"Kami masih mengumpulkan alat bukti, terutama saksi. Kan ada penundaan-penundaan (pemeriksaan saksi) tuh, jadi buat kelengkapan itu. Tapi memang ekspose di awal bulan (April), kan pengajuannya ke kami. Kami liat eksposenya, ada beberapa yang harus dilengkapi lah," jelasnya.
Sementara itu, Rabu (30/3), penyidik memeriksa dua orang saksi berinisial IW dan HW terkait dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai. Sebelumnya, Selasa (29/3), penyidik juga memeriksa dua orang saksi berinisial MMJ dan HH. Kemudian, Kamis (24/3), penyidik memeriksa seorang saksi berinisial H dan Senin (21/3) memeriksa satu saksi berinisial PW.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan hingga Jumat (25/3) Tim Jaksa Penyidik Direktorat Pelanggaran HAM Berat Jampidsus telah melakukan pemeriksaan terhadap 61 orang saksi.
Adapaun 61 orang saksi tersebut terdiri atas enam orang saksi ahli, yang mengambil visum korban dari RSUD Paniai (ahli forensik), ahli balistik pengujian senjata api, ahli hukum humaniter, ahli HAM berat, ahli legal forensik, dan ahli hukum militer.
"Kemudian 55 orang saksi yang diperiksa, yaitu delapan orang dari unsur masyarakat sipil, 24 orang dari unsur TNI, 17 orang dari unsur Polri, dan enam orang dari unsur tim investigasi bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan," kata Ketut.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil ekspose yang telah dilakukan, Tim Jaksa Penyidik akan segera menentukan tersangka pada awal bulan April 2022.
Peristiwa Paniai tersebut merupakan satu dari 13 kasus pelanggaran HAM berat yang diselidiki Komisi Nasional (Komnas) HAM.
Menkopolhukam Mahfud MD menyebutkan sembilan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan melalui Pengadilan HAM Ad Hoc atas usul DPR.
Tiga kasus pelanggaran HAM berat, selain di Paniai, yang terjadi setelah pembentukan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tersebut masih terus dipelajari, yakni Peristiwa Wasior (2001), Peristiwa Wamena (2003), dan Peristiwa Jambo Keupok (2003). (Antara)