Bela Petani, Anggota DPR Desak Pemerintah Ciptakan Ekosistem Indrustri Hasil Tembakau yang Berkeadilan

Rabu, 30 Maret 2022 | 20:42 WIB
Bela Petani, Anggota DPR Desak Pemerintah Ciptakan Ekosistem Indrustri Hasil Tembakau yang Berkeadilan
Ilustrasi buruh di gudang tembakau. [suara.com/ Angga Haksoro Ardhi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah, mendesak pemerintah menciptakan ekosistem industri hasil tembakau (IHT) yang berkeadilan bagi petani dan mata rantai yang menggantungkan nasibnya pada industri tersebut.

Luluk mengatakan, hal tersebut penting karena sektor pertembakauan banyak mendapat tekanan dari organisasi antitembakau, baik dari dalam maupun luar negeri.

Bahkan, kata dia, tidak jarang kelompok-kelompok tersebut berani mendorong aktivitas yang bertentangan dengan Konstitusi. Menurutnya, tembakau merupakan komoditas yang memiliki efek berganda sangat tinggi terhadap ekonomi nasional.

"Saya menolak kebijakan yang memusuhi dan mematikan IHT nasional karena dampaknya akan sangat besar terhadap ekosistem IHT. Bukan hanya kepada pabrikan, para buruh, petani tembakau, bahkan sampai ke pengecer yang akan merasakan dampak buruk kebijakan tersebut," kata Luluk kepada wartawan, Senin (30/3/2022).

Baca Juga: Motivator: Profesi Petani Itu Hebat dan Keren

Ia mengatakan, misalnya terkait para petani tembakau yang belum mendapatkan manfaat dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) secara optimal. Padahal menurutnya, petani tembakau seharusnya menjadi prioritas dalam imbal balik DBHCHT.

Terlebih selama ini penerimaan CHT pemerintah terus meningkat. Tahun lalu pemerintah berhasil menghimpun CHT senilai Rp 188,81 triliun. Sementara tahun ini, penerimaan CHT ditargetkan Rp 193 triliun.

Luluk mengatakan, hal itu pernah terjadi juga pada industri kelapa sawit, dimana para petani sawit juga minim mendapatkan manfaat dari dana pungutan sawit yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Dana Rp 130 triliun yang dihimpun BPDPKS, hanya sekitar Rp 6,6 triliun yang dapat dimanfaatkan kembali oleh petani kelapa sawit.

"Jadi sistem yang diterapkan harus berkeadilan, dan mendukung kepetingan rakyat. Karena kebijakan apapun kalau tidak dapat dukungan dari masyarakat akan sangat berbahaya. Ini masukan yang saya sering sampaikan kepada pemerintah. Negara harus ingat terhadap mereka yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka yang patut diingat ini bekerja keras, diperas keringatnya, air matanya, tenaganya, untuk pertumbuhan negara," tuturnya.

Luluk juga mengimbau pemerintah agar dapat independen dalam menyusun kebijakan IHT. Ini terkait maraknya kampanye hitam terhadap IHT yang disokong oleh agenda internasional soal Kesehatan.

Baca Juga: Petani Tebu di Jatim Deklarasi Dukung Ganjar 2024

Kampanye-kampanye hitam terhadap IHT nasional dinilai Luluk punya muatan ekonomi. Untuk itu, kata dia, ada keterdesakan dari pemerintah untuk melindungi IHT nasional.

Pasalnya, hal tersebut dapat mengganggu IHT, terutama rokok-rokok kretek yang merupakan produk khas dan warisan asli Indonesia.

"Sementara IHT sebagai industri padat karya yang memproduksi kretek tangan hanya ada di Indonesia, itupun mau dihancurkan kelompok- kelompok sarat kepentingan. Ini harus dilawan, karena kita tahu cara pikir dan cara kerja di balik regulasi-regulasi yang tidak murni membawa alasan kesehatan," tuturnya.

"Ini tugas kita bersama agar tak semakin terpinggir oleh kepentingan apapun. Karena regulasi di Indonesia harus berdasarkan Konstitusi. Maka, kita utamakan dan jamin perlindungan terhadap petani tembakau, yang juga warga negara Indonesia, pastikan suaranya didengar. Hal tersebut adalah bagian kewajiban kita bernegara," sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI