Suara.com - Direktur Imparsial Al Araf terus menyuarakan kritiknya terhadap isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas, yakni membubarkan ormas tanpa jalur pengadilan. Menurutnya pembubaran ormas tersebut sejatinya harus melalui pengadilan terlebih dahulu.
Al Araf mengatakan, dalam sistem reformasi, ada yang namanya yudikatif, lembaga yang terdiri dari Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudikatif (KY). Dengan demikian harus dilakukan termasuk ketika hendak membubarkan ormas.
Penyataan itu disampaikannya saat peluncuran buku yang ditulisnya dengan judul 'Pembubaran Ormas dan Diskusi Publik Problematika Pembubaran Ormas di Indonesia' pada Rabu (30/3/2022).
"Karena dalam negara hukum ada dua subjek hukum satu kita individu dua organisasi seperti PT, perusahan dan sebagainya. Dalam negara hukum yang mengukum subjek hukum ada judikatif," kata Al Araf dikutip melalui YouTube Centra Initiative.
Baca Juga: Ditanya Rizieq Soal Pembubaran Ormas, Refly Harun Singgung Pembubaran PKI
"Maka kalau ada kelompok atau kekuasaan memandang kelompok lain itu dianggap memiliki pandangan-pandangan yang berbeda atau menganggap apa, silahkan, you kumpulkan bukti ajukan ke pengadilan lalu proses di pengadilan," sambungnya.
Namun sayangnya, hal tersebut tidak tertuang dalam Perppu Ormas. Sebab, dalam Perppu Ormas dijelaskan bahwa Menteri Hukum dan HAM memiliki kewenangan langsung membubarkan ormas anti-Pancasila tanpa harus menempuh jalur pengadilan.
Untuk mencabut status badan hukum ormas yang dinilai anti-Pancasila, Menkumham bisa menempuh dua sanksi administratif.
"Itu (yang) menjadi kritik keras di dalam konstruksi hukum negara demokratis," jelasnya.
Lebih lanjut, Al Araf menjelaskan bahwa memang kebebasan berserikat itu boleh dibatasi oleh kekuasaan. Namun, pembatasan itu disebutnya menjadi opsi terakhir dan bukan pemerintah yang memutuskan melainkan yudikatif.
Baca Juga: Fadli Zon Tetap Ngotot Soal Pembubaran Ormas, Teddy Gusnaidi: Mau Lu Apa?
"Oleh karenanya kalaupun itu opsi terakhir bukan eksekutif order yang memutuskan hanya judicial system yang boleh memutuskan lu salah atau tidak."