Suara.com - Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Arifin menceritakan permasalahan yang dihadapi anggota Satpol PP dalam implementasi sebagai penegak Perda (Peraturan Daerah) Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum di DKI Jakarta.
Ia mengatakan para anggotanya sampai merogoh kocek pribadi untuk membayarkan sanksi bagi pelanggar Perda yang tak mampu membayar.
Arifin mengungkapkan bahwa realita di lapangan, banyak pelanggar yang tak mampu membayar sanksi denda yang telah dijatuhkan hakim misalnya denda Rp 500.000. Jika diganti dengan penyitaan aset, nilai aset tidak mencapai nilai minimum denda.
"Eksekusi pembayaran, si pelanggar perda enggak mampu bayar, dia enggak punya uang bayar, walaupun diketok bayar 500 ribu misalnya. Ketika dia (Pelanggar Perda) nggak mampu bayar, kebingungan lah jaksa maupun anggota Satpol PP, ini harus dikemanakan, kalau dia enggak bayar, apa yang harus disita, ketika mau disita barang juga nggak sesuai," ujar Arifin, Selasa (29/3/2022).
Arifin menuturkan dalam putusan pengadilan juga mengatur sanksi pidana denda, yakni sanksi pidana kurungan Namun setelah pihaknya berkonsultasi dengan Kementerian Hukum dan Ham yakni Lembaga Permasyarakatan, mereka menolak menerima pelanggar Perda.
Sehingga para anggotanya di lapangan harus mengumpulkan uang untuk membayar denda putusan perkara terhadap pelanggar Perda.
"Akhirnya apa yang terjadi? Karena itu menjadi putusan pengadilan, yang bayar teman-teman juga itu kumpulin uang, untuk memenuhi putusan perkara, kena denda sekian, teman-teman kumpulin uang akhirnya dia (anggota Satpol PP) yang bayarin," ucap dia.
Karena itu, Arifin mengaku aneh, ketika Satpol PP menegakkan Perda untuk memberikan efek jera, justru anggota Satpol PP juga yang membayarkan denda bagi pelanggar.
"Jadi sungguh sangat aneh ketika kami menegakkan perda, memberikan efek jera, kepada masyarakat ternyata yang bayarnya anggota juga. Ini jadi perhatian kita bersama," papar Arifin.
Bahkan ia mempertanyakan jika pelanggar perda tak bisa membayar denda sanksi dan tidak menerima sanksi pidana denda, apakah para pelanggar Perda dapat dititipkan ke panti rehabilitasi sosial.
"Mungkin dalam pemikiran saya apakah apabila kemudian dari Lapas itu nggak bisa menerima pelanggar perda untuk mendapat kurungan atas pengganti dari sanksi pidana denda," kata dia.
"Apakah kemudian kita bisa memasukkan dalam klausul pasal itu menitipkan melalui panti sosial kita, misalnya dalam waktu sekian hari, sehingga mungkin itu bsia diterima dalam bentuk pembinaan di panti. Nah ini bagian dari bagaimana kami siasati kondisi terjadi di lapangan."