Laporan Amnesty International: 2021 Adalah Tahun Ingkar Janji

Selasa, 29 Maret 2022 | 12:39 WIB
Laporan Amnesty International: 2021 Adalah Tahun Ingkar Janji
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemantau hak asasi manusia, Amnesty Internasional, menyebut 2021 sebagai tahun harapan pupus terkait hak sipil dan hak asasi manusia. Ranah digital semakin menjadi ruang bagi aktivis, tapi di sisi lain bentuk represi.

Setiap tahun, Amnesty International melihat perkembangan di seluruh dunia dan menyusun analisis tren global terpenting dalam hak asasi manusia dan sipil.

Dalam laporan tahunan terbarunya yang dirilis Selasa (29/03), Direktur Penelitian dan Advokasi Amnesty Timur Tengah dan Afrika Utara Philip Luther mengatakan: "2021 adalah tahun dengan janji-janji yang sangat signifikan ... Kenyataannya benar-benar sebaliknya."

Luther mengatakan kepada DW bahwa ada harapan dunia mungkin kembali normal dari pandemi secara adil, tetapi negara-negara kaya khususnya, telah menghambat produksi dan distribusi vaksin.

Baca Juga: Siang Ini Amnesty International Indonesia Audiensi Bersama Komnas HAM Bahas Persoalan di Papua

Laporan tahunan mengutip fakta bahwa kurang dari 8% dari 1,2 miliar orang di Afrika divaksinasi penuh pada akhir tahun 2021, yang menjadi tingkat vaksinasi terendah di dunia dan jauh dari target vaksinasi WHO, yaitu 40%.

Distribusi vaksin hanyalah salah satu bentuk kekecewaan di tahun 2021. Studi ini menemukan bahwa banyak pemerintah menggunakan pandemi untuk menekan oposisi dan masyarakat sipil.

"Ini lintas wilayah dan itulah salah satu alasan kami menyorotinya dalam analisis global kami," kata Luther.

"Beberapa pemerintah secara khusus menggunakan situasi pandemi untuk membatasi kebebasan berekspresi."

Contoh negara yang tidak ramah pembela hak asasi manusia dan menekan kebebasan berbicara, di antaranya Kamboja, Rusia, dan Cina.

Baca Juga: Penyerangan Warga Sipil Papua: Amnesty International Desak Pemerintah Bentuk Tim Independen untuk Investigasi

Menurut Amnesty dan organisasi internasional lainnya, pandemi ini juga berdampak pada masyarakat sipil.

"Ada berbagai strategi yang mempersulit masyarakat sipil untuk beroperasi di berbagai wilayah di dunia," kata Silke Pfeiffer, Kepala Departemen Hak Asasi Manusia dan Perdamaian di organisasi bantuan yang berafiliasi dengan Kristen, Brot für die Welt (Roti untuk Dunia), kepada DW.

"Ini secara khusus ditujukan pada aktivis individu, yang didiskriminasi, diancam, dianiaya, dan dalam beberapa kasus dibunuh."

Di banyak negara, kata Pfeiffer, pemerintah memupuk lingkungan yang tidak bersahabat.

"Ini menjadi semakin sulit bagi organisasi masyarakat sipil untuk bekerja," katanya. Contohnya, pada akhir Maret, Presiden Nikaragua Daniel Ortega menutup 25 organisasi non-pemerintah.

Salah satunya adalah organisasi mitra Nikaragua untuk Brot für die Welt.

Sebuah 'pedang bermata dua'

Pemerintah dan LSM semakin banyak melakukan pekerjaan mereka secara online. Luther menggambarkan perkembangan itu sebagai "pedang bermata dua".

Pihak berwenang secara sembunyi-sembunyi menggunakan teknologi dengan cara yang berdampak negatif pada hak asasi manusia, katanya: "Pemerintah dalam banyak kasus juga kemudian mencoba untuk menutup dan mengganggu alat yang memungkinkan masyarakat sipil untuk berkomunikasi dengan lebih baik satu sama lain dan menyebarkan informasi."

Laporan tahunan Amnesty International mengutip beberapa contoh tentang hal ini: pembatasan internet dari 4 Agustus 2019 hingga 5 Februari 2021 di wilayah Jammu dan Kashmir yang dikuasai India; penggunaan teknologi pengenalan wajah pada aksi protes di Moskow; dan penggunaan spyware Pegasus Israel terhadap jurnalis, tokoh oposisi, dan aktivis hak asasi manusia.

Pfeiffer mengatakan internet adalah cara penting bagi masyarakat sipil untuk mengorganisir dan memobilisasi.

Namun, dia menambahkan bahwa di seluruh dunia "pemerintah dan aktor lain telah sepenuhnya meningkatkan (secara digital) dan sekarang juga mengambil tindakan yang sangat kuat terhadap kebebasan di dunia maya — melalui penyensoran, dengan mematikan layanan internet, dan pengawasan massal."

Di seluruh dunia, Amnesty mencatat, orang-orang turun ke jalan untuk memperjuangkan hak mereka dan hak orang lain pada tahun 2021 - di Rusia, India, Kolombia, Sudan, Lebanon, dan setidaknya 75 negara lainnya. (ha/pkp)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI