Mengapa Pernyataan Spontan Biden Soal Putin Bisa Berbahaya?

SiswantoBBC Suara.Com
Selasa, 29 Maret 2022 | 10:42 WIB
Mengapa Pernyataan Spontan Biden Soal Putin Bisa Berbahaya?
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Selama sepekan terakhir, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyampaikan serangkaian pernyataan spontan --di luar naskah--, yang menambah panas hubungan AS-Rusia hingga mendekati "titik didih".

Namun, kalimat terakhirnya pada acara yang disebut sebagai "pidato utama" di Polandia pada Sabtu lalu, terdengar seperti menyerukan agar Presiden Rusia Vladimir Putin digulingkan dari kekuasaan. Pernyataan itu bisa dibilang adalah pukulan yang paling keras.

Dalam pidatonya di hadapan pejabat pemerintah Polandia di Istana Kerajaan di Warsawa, Biden kembali memperingatkan bahwa dunia berada di tengah konflik yang menentukan antara era demokrasi dan otokrasi.

Dia berjanji bahwa NATO akan mempertahankan "setiap jengkal" tanah negara-negara anggotanya.

Baca Juga: Biden Desak Presiden Putin Mundur!

Selain itu, Biden menjanjikan dukungan berkelanjutan bagi Ukraina, meskipun dia menekankan bahwa militer AS tidak akan terlibat langsung dengan pasukan Rusia di Ukraina.

Pidato itu mulanya konfrontatif, namun terukur dan sejalan dengan apa yang disampaikan pejabat-pejabat AS lainnya termasuk Menteri Luar Negeri Antony Blinken selama berbulan-bulan.

Tetapi kemudian, sebelum menutup pidatonya dengan "terima kasih" dan "selamat tinggal", Biden menambahkan, "Demi Tuhan, orang ini (Putin) tidak boleh tetap berkuasa."

Baca juga:

"Pidato itu - dan poin-poin yang menyangkut Rusia — dalam ungkapan yang sopan kami sebut sangat mencengangkan," kata juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov.

Baca Juga: Janji Politik Joe Biden Dalam Pusaran Konflik Rusia-Ukraina Akan Dinyatakan Dalam Pidato di Polandia

"Dia (Biden) tidak mengerti bahwa dunia tidak terbatas pada AS dan sebagian besar Eropa."

AS kemudian memperjelas apa yang dikatakan oleh Biden.

"Yang dimaksud Presiden Biden adalah Putin tidak bisa dibiarkan menggunakan kekuasaan di negara tetangganya," kata seorang pejabat pemerintahan Biden yang tidak mau disebut namanya. "Beliau tidak membahas kekuasaan Putin di Rusia, maupun pergantian rezim."

Klarifikasi yang segera disampaikan pejabat AS itu - lalu disuarakan juga oleh Menlu Blinken - menunjukkan bahwa AS memahami dampak berbahaya dari pernyataan Biden itu.

Sebelumnya pada hari yang sama, Biden menyebut Putin sebagai "tukang jagal". Pekan lalu, dia mendahului proses diplomatik pemerintahannya sendiri dengan menuduh Putin melakukan kejahatan perang.

Dalam kedua kasus tersebut, pernyataan Biden memicu kecaman dan peringatan dari Moskow bahwa hubungan diplomatik kedua negara sedang retak, bahkan bisa putus.

Ada batasan antara mengutuk pemimpin suatu negara -sebagai retorika diplomasi saat situasi terlalu panas—dengan menyerukan penggulingan pemimpin negara lain.

Batasan itu bahkan dihormati oleh AS dan Soviet pada puncak Perang Dingin. Biden tampaknya telah melewati batas itu.

"Pergantian rezim" adalah sesuatu yang dituduhkan negara-negara kuat ke negara-negara yang lebih lemah, bukan sesuatu yang dituntut oleh negara bersenjata nuklir kepada sesama pemilik nuklir lainnya.

Pada Minggu (27/03), beberapa sekutu AS bahkan berupaya menghindari pernyataan Biden.

Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa Biden membahayakan negosiasi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.

"Kami ingin menghentikan perang yang dimulai Rusia di Ukraina tanpa eskalasi," kata Macron.

"Apabila ini yang ingin kita capai, maka seharusnya kita tidak memperburuk situasi, baik dengan kata-kata maupun tindakan."

Di Washington, para pemimpin Kongres (parlemen AS) juga menyampaikan keprihatinannya. Anggota Kongres dari Partai Republik asal Idaho, Jim Risch, menganggap pernyataan Biden sebagai "kekeliruan yang mengerikan".

"Astaga, saya berharap mereka bisa memastikan dia (Biden) tetap bicara sesuai naskah," kata Risch.

"Setiap kali Anda mengatakan seperti apa yang disampaikan Biden, menyarankan perubahan rezim, itu akan memicu persoalan besar."

"Pemerintahan ini telah melakukan segala hal yang mungkin dilakukan untuk menghentikan eskalasi. Tidak ada cara yang memperparah situasi itu kecuali menyerukan perubahan rezim."

Rekam jejak pidato spontan Biden

Biden dikenal cenderung membuat pernyataan spontan yang membuatnya berada dalam situasi sulit.

Pernyataan-pernyataan spontan itu telah menggagalkan upaya-upayanya pada pencalonan presiden sebelumnya, juga terkadang membuat frustrasi Presiden Obama ketika Biden menjabat sebagai wakil presiden.

Tetapi, pernyataan itu bukan sepenuhnya kebetulan. Pernyataan-pernyataan spontan itu mengungkapkan isi hati Biden, meskipun pikirannya, termasuk pikiran orang-orang sekitarnya lebih ingin agar Biden menahan ucapannya.

Tom Nichols dari The Atlantic mengatakan hal itu kadang-kadang menjadi kekuatan politik yang memungkinkan Biden menyentuh emosi rakyat AS. Tetapi di saat kritis seperti saat ini, pemilihan kata-kata yang buruk bisa menimbulkan konsekuensi, sehingga pernyataan-pernyataan semacam itu menjadi sebuah kelemahan.

"Sulit untuk menyalahkan Biden karena menjadi temperamental setelah dia berbicara dengan orang-orang yang menderita akibat kebarbaran Putin," tulis Nichols.

"Tetapi kata-kata setiap pemimpin dunia sangat penting saat ini, apalagi pernyataan Presiden AS."

Biden mungkin meyakini bahwa hubungan AS-Rusia telah rusak dan tidak lagi bisa diperbaiki selama Putin berkuasa. Namun, menyatakan hal itu secara eksplisit dapat membuat tujuan AS mengakhiri perang di Ukraina sambil menjaga integritas teritorialnya menjadi lebih sulit.

Perang di Ukraina tidak berjalan seperti yang diinginkan Putin sejauh ini. Pasukannya terjebak dalam pertempuran sengit dan korban jiwa terus bertambah.

Perekonomian Rusia tertekan di bawah beban sanksi ekonomi. Rusia semakin terasing dari dunia luar.

Situasi ini berpotesi mengarah pada de-eskalasi yang diharapkan AS dan sekutunya, tetapi itu juga bisa membuat Putin lebih putus asa.

Apabila Putin meyakini kekuasaannya dipertaruhkan, dan meyakini bahwa AS tidak diam-diam menargetkan hal itu sebagai tujuannya, langkah selanjutnya bisa jadi tidak mengarah pada perdamaian.

REKOMENDASI

TERKINI