Suara.com - Rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Ikatan Dokter Indonesia untuk memberhentikan Terawan Agus Putranto menjadi polemik. Terawan dianggap telah menyalahi kode etik.
Terawan seorang mantan menteri kesehatan. Dia merupakan tenaga kesehatan yang pernah mempromosikan metode digital subtraction angiography atau terapi "cuci otak." Dia juga dianggap telah mempromosikan vaksin Nusantara sebelum penelitian selesai.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan akan ikut membantu menjadi penengah dalam masalah itu.
"Kemenkes akan memulai dan membantu proses mediasi antara IDI dan anggota-anggotanya agar komunikasinya baik sehingga situasi yang terbangun akan kondusif dan kita bisa kembali menyalurkan energi, waktu, dedikasi, dan kegiatan-kegiatan yang memprioritaskan masyarakat Indonesia yang lebih sehat," kata Budi Gunadi, hari ini.
Baca Juga: Menkes Budi Siap Turun Gunung Tengahi Konflik Pemecatan Terawan Sebagai Anggota IDI
Budi berharap semua tenaga kesehatan untuk memprioritaskan kesehatan masyarakat, seperti penanganan pandemi Covid-19.
"Kalau kita belajar dari sejarah, salah satu kelemahan bangsa kita adalah kita mudah diadu domba, mudah disulut, mudah emosi, sehingga kita lupa bahwa kita hidup bersama-sama sebagai saudara," kata Budi.
Budi mengingatkan masih banyak masalah yang membutuhkan penanganan tenaga kesehatan, seperti Covid-19, stunting, kematian bayi dan ibu hamil, diabetes, TBC hingga HIV dan penyakit menular lain.
"Kami percaya bahwa banyak PR yang membutuhkan tenaga dan waktu kita (dokter dan tenaga kesehatan) untuk bisa membereskan dan membangun masyarakat Indonesia yang lebih sehat," kata Budi.
Sebelumnya, hasil sidang khusus MKEK IDI merekomendasikan pemberhentian secara permanen terhadap Terawan dari keanggotaan IDI.
"Memutuskan, menetapkan, meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejawat Dr. dr. Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI," kata Pimpinan Presidium Sidang Abdul Azis dalam Muktamar ke-31 IDI di Kota Banda Aceh, Aceh, Jumat (25/3/2022).
Pemberhentian dilakukan oleh PB IDI selambat-lambatnya 28 hari kerja sejak tanggal ditetapkan.
Staf Terawan, Andi, mengatakan Terawan sudah menyerahkan keputusan kepada IDI.
"Biarkanlah saudara-saudara saya yang memutuskan. Apakah saya masih boleh nginep di rumah atau diusir ke jalan" kata Terawan.
Terawan berharap masalah ini tidak menimbulkan kegaduhan sehingga mengganggu penanganan pandemi.
“Pak Terawan mengimbau teman-teman sejawat dan yang lain agar bisa menahan diri untuk tidak menimbulkan kekisruhan publik, karena kita masih menghadapi pandemic Covid -19, kasihan masyarakat dan saudara-saudara sejawat yang di daerah, puskesmas, rumah sakit dan lain-lain ikut terganggu” ujarnya.
Terawan mengatakan akan membaktikan hidupnya untuk kemanusiaan sebagaimana sumpahnya ketika menjadi dokter.
"Saya sudah disumpah akan selalu membaktikan hidup saya guna perikemanusiaan, mengutamakan kesehatan pasien dan kepentingan masyarakat" ujar Andi menyampaikan pesan Terawan.
"Semua dokter itu sesuai sumpah kita, teman sejawat itu seperti saudara kandung, jadi saya menyayangi semua saudara saya di sana (IDI)."
Sejumlah anggota DPR menyatakan kekecewaan mereka atas rekomendasi pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI.
Anggota Komisi IX DPR Fraksi Nasional Demokrat Irma Suryani Chaniago mengatakan mengatakan seharusnya program-program Terawan mendapatkan dukungan, bukan sebaliknya.
"Program cuci otak selain bermanfaat, tidak ada dampak negatif dari tindakan medis tersebut. Sementara untuk vaksin Nusantara karya anak bangsa harusnya IDI memberikan support bukan malah menghalang halangi, tentu saja akhirnya publik mencurigai bahwa tindakan IDI tersebut merupakan pesanan perusahaan farmasi," kata Irma.
"Dokter Terawan adalah dokter yang berintegritas, sangat tidak etis jika hanya soal temuan temuan beliau seperti SDA dan vaksin nusantara yang menurut IDI belum melalui uji klinis menjadi sebab pemecatan beliau."
Irma menyebut Indonesia kekurangan dokter spesialis.
Irma juga menyebut 2.500 dokter muda terancam menganggur karena tak lulus uji kompetensi, sementara IDI tak memperjuangkannya.
"Lalu banyak dokter yang sangat tergantung pada kebaikan hati IDI untuk bisa memperpanjang STR-nya jika ingin terus bisa praktek. Akibatnya IDI menjadi organisasi yang elitis superbody dan arogan," kata dia.
Irma berharap pemerintah dan DPR membuat regulasi agar kedokteran tidak dimonopoli oleh satu organisasi.
"Pemerintah dan parlemen harus segera membuat UU agar organisasi kedokteran tidak dimonopoli oleh satu organisasi, sehingga mereka betul-betul bisa bermanfaat bagi kepentingan para dokter," katanya. [rangkuman laporan Suara.com]