Perjuangan Anak-anak Kanker Ukraina: Kemo, Serangan Udara, dan Stres

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 28 Maret 2022 | 12:25 WIB
Perjuangan Anak-anak Kanker Ukraina: Kemo, Serangan Udara, dan Stres
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lebih dari 600 anak penderita kanker telah dievakuasi dari Ukraina untuk menjalani pengobatan yang menyelamatkan nyawa mereka di Eropa dan Amerika Utara.

BBC baru-baru ini mengunjungi sebuah hotel di Polandia, yang digunakan sebagai tempat aman bagi keluarga untuk beristirahat sebelum dipindahkan ke tempat perawatan kanker.

Pavlo, berusia 18 bulan dan menderita kanker tulang, tengah bermain dengan gembira setelah melewati perjalanan tahap pertamanya.

Dia adalah satu dari banyak anak penderita kanker Ukraina yang diperiksa oleh tim dokter internasional di Polandia sebelum diterbangkan ke luar negeri untuk perawatan medis. Sebanyak 21 anak seperti Pavlo telah dikirim ke Inggris.

Baca Juga: Mengamankan Data-data Digital Cagar Budaya Ukraina

'Saya harus pergi demi anak saya'

Belum lama ini, Pavlo adalah balita sehat yang hidup bahagia dengan kakak perempuan, ibu dan ayahnya di dekat Lviv, Ukraina.

Tapi, kemudian dia didiagnosis mengidap jenis kanker yang langka dan menjalani pengobatan kemoterapi.

Ketika perang dimulai, sirene serangan udara terdengar siang dan malam, memaksa keluarga ini untuk bersembunyi di tempat penampungan bawah tanah.

Baca juga:

"Perang membuat stres besar bagi anak saya. Pada malam hari dia ketakutan. Saya menidurkannya dalam pelukan dan berlari menuruni tangga," kata ibunya, Lesia.

Baca Juga: Perang Ukraina: Penghuni Bonbin Terperangkap, Hewan Stres Bahkan Bunuh Diri

Untuk memberi Pavlo kesempatan hidup terbaik, Lesia tidak punya pilihan selain melarikan diri ke Polandia.

"Sampai saat-saat terakhir saya tidak siap untuk meninggalkan rumah," katanya. "Rumah adalah rumah. Tapi dokter memperingatkan saya bahwa salah satu obat akan segera habis."

Pavlo dan ibunya pun melakukan perjalanan dalam konvoi kendaraan yang membawa 40 pasien kanker anak dan 100 anggota keluarga dari Pusat Medis Anak Khusus Ukraina Barat, di Lviv, ke Klinik Unicorn - sebuah hotel yang berubah menjadi pusat prioritas- di Polandia tengah.

Mereka adalah kelompok kelima yang dievakuasi ke sana sejak awal Maret.

Aksi penyelamatan ini dilakukan secara bersama oleh badan amal anak-anak AS St Jude, Yayasan Pahlawan spesialis kanker anak Polandia, dan Yayasan Amal Tabletochki di Ukraina.

Rekam medis anak-anak ini telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa sebagai latar belakang klinis dalam perjalanan pengobatan selanjutnya - ke rumah sakit di Jerman, Spanyol, Italia, Swiss, Belanda, Kanada, AS, dan Inggris.

Dua ratus rumah sakit telah mendaftar untuk membantu pengobatan anak-anak ini dan ada lebih banyak lagi yang menawarkan layanan mereka setiap hari.

Dokter di lapangan mengatakan, lebih dari 2.000 anak penderita kanker yang membutuhkan bantuan untuk meninggalkan Ukraina demi mendapatkan pengobatan.

Beberapa anak tidak bisa pergi karena sakit parah. Sementara bagi yang bisa, mereka membutuhkan perawatan segera.

Upaya untuk mengevakuasi ratusan anak penderita kanker dalam konvoi adalah momen yang "luar biasa" dan belum pernah terlihat sebelumnya, kata Roman Kizyma, ahli onkologi pediatrik yang membantu mengoordinasikan evakuasi dari Lviv.

Pada hari ketiga perang, Kizyma menyadari bahwa tidak mungkin lagi untuk merawat mereka dengan aman di Ukraina.

'Mereka menghadapi dua perang'

"Mereka sakit parah," kata Kizyma. "Mereka semua bisa mati karena gangguan pengobatan, ribuan dari mereka bahkan lebih . Tanpa pengobatan, mereka tidak punya kesempatan. Dengan pengobatan, 70-80% bisa sembuh."

Kizyma mengatakan sangat marah atas apa yang terjadi dan ingin Rusia membayar rasa sakit dan kehancuran yang mereka sebabkan pada keluarga-keluarga ini.

"Sekarang mereka (keluarga ini) memiliki dua perang - satu melawan kanker dan yang lainnya melawan Rusia," katanya.

Natalia Lavrova dan putranya yang berusia tiga tahun, Kyril, juga baru saja tiba di klinik prioritas, jauh di pedesaan Polandia, setelah menempuh perjalanan panjang selama 10 jam dengan kereta api dan bus dari Lviv. Tidak ada yang bisa menghapus kengerian beberapa minggu terakhir.

Pada bulan Februari, hanya beberapa hari sebelum serangan Rusia dimulai, Kyril didiagnosis menderita tumor otak. Dia mengalami sakit kepala, dan muntah-muntah serta tidur sepanjang waktu.

"Kami memiliki jadwal operasi. Kami sudah berada di rumah sakit bersama anak laki-laki saya," kata Lavrova.

"Suami saya menelepon di pagi hari dan mengatakan 'perang telah dimulai'. Dnipro, kota tempat kami tinggal, dibom.

"Itu tidak masuk akal dan seperti mimpi buruk," Lavrova menjelaskan dalam bahasa Rusia, bahasa ibunya.

Trauma yang dihadapi oleh anak-anak ini dan keluarga mereka bukan hal yang dilebih-lebihkan, kata Asya Agulnik, seorang dokter perawatan intensif anak dari Rumah Sakit Penelitian Anak St Jude di Memphis, yang menyambut mereka saat mereka tiba di Polandia.

Dampak psikologis

Ada trauma psikologis yang mereka hadapi karena tercerabut dari tempat tinggal dan kemudian dipindahkan ke negara lain - di atas kecemasan seputar terapi kanker mereka yang terganggu.

"Ini adalah dampak yang signifikan, baik secara medis maupun psikologis," kata Agulnik. Anak-anak sudah menjadi pasien yang sangat menderita dan rapuh, dan memindahkan mereka meningkatkan resiko yang lebih besar, jelasnya.

Relawan di Klinik Unicorn siap memberikan dukungan sekuat tenaga yang mereka bisa, termasuk beberapa juga di antaranya adalah pengungsi itu sendiri, seperti terapis Ina Anbousi.

Ina Anbousi datang ke klinik ini menggunakan bus pertama berisi anak-anak yang melarikan diri dari Ukraina pada awal Maret, dan telah membantu kesehatan semua orang tinggal sementara di klinik sejak itu.

Dia juga tetap berhubungan dengan anak-anak yang telah dirawat di negara lain, termasuk keluarga yang datang ke Inggris.

"Ini menginspirasi saya, dan membuat saya bahagia karena mereka mengirimi saya film pendek: di mana mereka tinggal, di mana mereka tinggal," katanya.

"Saya tidak dapat membayangkan dalam perang yang gelap dan menakutkan ini bahwa anak-anak Ukraina kami memiliki kesempatan untuk mendapatkan perawatan di tempat yang begitu bagus."

Kemudian ada Igor dan Anastasia, keduanya berusia 21 tahun, yang telah meninggalkan studi universitas mereka di Ukraina untuk menjadi sukarelawan di klinik. "Kami mau melakukan sesuatu yang berguna bagi negara kami", kata mereka.

Saat diangkat ke bahu Igor, Yaroslav - tinggal sendiri di klinik karena ibunya menemani saudaranya menjalani pengobatan kanker di rumah sakit Polandia terdekat - tersenyum lebar.

Di negara mana keluarga Yaroslav akan menjalani pengobatan kanker masih belum jelas. Tapi, sampai saat ini, Yaroslav melewati hari dengan bahagia dan aman ditemani oleh para relawan yang bekerja dengan hati.

REKOMENDASI

TERKINI