"Satu-satunya penjelasan paling masuk akal adalah kebutuhan pengadaan gorden untuk kepentingan proyek yang menguntungkan para pengelola anggaran atau bahkan anggota DPR tertentu yang ikut bermain dalam proyek pembelian gorden tersebut," kata Lucius.
"Hilangnya tanggung jawab etis membuat DPR tak punya beban untuk memakai anggaran sesuka hati seperti untuk membeli gorden yang kegunaannya sangat tak mendesak itu," Lucius menambahkan.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengingatkan DPR bahwa situasi ekonomi Indonesia sekarang sedang dalam masa sulit akibat pandemi Covid-19.
"Disaat negara sedang sulit keuangan, dan disaat APBN juga minus. Utang negara membumbung, maka mestinya pengadaan-pengadaan yang seperti di atas distop dulu," kata Ujang.
"Rakyat sedang lapar, banyak yang tak punya pekerjaan dan tak bisa makan, butuh uluran tangan dari para anggota DPR yang terhormat."
Selain pengadaan gorden, DPR juga berencana melakukan pengaspalan kompleks Senayan.
Ujang menyebut pengadaan gorden dan pengaspalan kompleks DPR bukan kebutuhan mendesak. Menurut dia, seharusnya yang diprioritaskan adalah kebutuhan rakyat.
"Mempercantik tampilan wajah gedung DPR dengan mengganti gorden dan pelapisan aspal hotmix bukanlah kebutuhan utama. Tapi membantu rakyat yang sedang sekarat itu yang utama," ujarnya.
Jika kemudian publik mencurigai proyek itu, menurut Ujang, merupakan hal yang wajar.
"Kecurigaan itu wajar. Karena pihak kesekjenan DPR sendiri tak transparan. Jika transparan anggaran detailnya di buka ke publik, maka tak akan ada kecurigaan itu," katanya. [rangkuman laporan Suara.com]