Suara.com - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ikut turun tangan atas masalahnya dengan Rumah Sakit Eka Hospital, BSD, Tangerang Selatan. Peristiwa dugaan diagnosa palsu dan pemaksaan bayar seharusnya menjadi bahan evaluasi untuk pengawasan manajemen RS.
Prasetio berharap ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti yang dialami keluarganya. Masyarakat dimintanya tidak mendiamkan RS yang semena-mena memperlakukan pasien.
"Sudah seharusnya Kementerian Kesehatan turun tangan guna membuat masyarakat nyaman," ujar Prasetio kepada wartawan, Minggu (27/3/2022).
Ia menyarankan agar Kemenkes membuat kanal aduan cepat tanggap atas keluhan pasien yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari RS. Jika memang sudah ada, layanan ini harus dioptimalkan untuk bagian dari pengawasan.
"Dengan begitu masyarakat dapat mudah menyampaikan keluhan dan saran," jelasnya.
Selain itu, dengan adanya kanal aduan maka Kemenkes bisa dengan cepat melakukan penelusuran untuk mengambil tindakan atas RS yang dilaporkan.
"Kementerian Kesehatan pun dapat langsung menindaklanjuti ketika ada pelanggaran untuk kemudian memberikan sanksi RS, seperti contoh mencabut izinnya jika melakukan pelanggaran."
Lapor Polisi
Sebelumnya, Pras resmi melapor ke pihak memolisikan Rumah Sakit (RS) Eka Hospital di BSD, Tangerang Selatan. Sebab, ia kecewa karena merasa dirugikan oleh manajemen RS itu.
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Minta Anies Ikut Diperiksa Soal Dugaan Korupsi Formula E, Gerindra: Kita Dukung KPK
Kekesalan Pras diungkap dalam unggahan di akun instagram miliknya, @prasetyoedimarsudi. Ada dua kejadian yang tidak mengenakan didapatnya ketika membawa putrinya ke RS itu.
"Saya kecewa dengan pelayanan Rumah Sakit (RS) Eka Hospital BSD karena tidak menjunjung tinggi pengayoman dan pengabdian kepada masyarakat," ujar Pras, dikutip Sabtu (27/3/2022).
Pras menceritakan, kejadian ini bermula saat putrinya mengalami keluhan nyeri di dada karena asam lambung. Lalu ia membawa anaknya itu ke Eka Hospital pada Jumat (18/3/2022) lalu.
Kemudian, begitu sampai di Unit Gawat Darurat (UGD), putrinya ditangani oleh dokter jaga. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menyarankan untuk melakukan Computerized Tomography Scan (CT Scan).
Setelah itu, dokter menduga mendiagnosa ada kista di tubuh putrinya. Pihak rumah sakit kemudian menyarankan putri Pras menjalani rawat inap.
Mendengar hal itu, Politisi PDIP ini meragukan diagnosa dokter karena sebenarnya yang dirasakan putrinya hanya sakit asam lambung. Karena itu, Pras meminta hasil CT Scan kepada pihak RS. Namun, pihak RS malah tak juga kunjung memberikannya. Selanjutnya, ia tetap mengikuti anjuran dokter untuk membawa sang putri ke dokter spesialis Internis dan spesialis kandungan.
Usai diperiksa dokter spesialis, Pras mendapatkan diagnosa baru bahwa ternyata tidak ada kista di tubuh putrinya. Karena kondisi yang sudah membaik, Pras memutuskan untuk membawa pulang sang putri.
Pemeriksaan atas putrinya ini dibayar melalui asuransi dan dilakukan istri Pras. Namun, begitu mau pulang, pihak RS melalui customer care dan petugas keamanan malah mengadangnya.
Pihak RS malah kembali menagih pembayaran dan bahkan dilakukan di tempat parkir. Keluarga tak diizinkan pulang sebelum melunasinya.
"Harapan agar putri saya sembuh dari nyeri dada akibat asam lambung berujung pengalaman pahit. Mulai dari diagnosa dokter yang terlalu mengada-ada tanpa bukti, sampai penagihan biaya perawatan secara paksa."