Suara.com - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) membuat keputusan untuk memberhentikan secara resmi mantan Menteri Kesehatan RI, Terawan Agus Putranto.
Pemberhentian itu dilakukan pada Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, Jumat (25/3/2022).
Pemberhentian Terawan ini merupakan hasil rekomendasi pada muktamar di Samarinda tiga tahun lalu, namun pengurus PB IDI sebelumnya tidak menyelesaikan rekomendasi tersebut.
Lalu, bagaimana rekam jejak Terawan hingga dirinya bisa dipecat oleh IDI? Berikut informasi selengkapnya.
Rekam Jejak Terawan
Terawan bukan lagi sosok yang asing bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Pasalnya, ia pernah diangkat menjadi Menteri Kesehatan (Menkes) Kabinet Indonesia Maju di bawah pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin pada 23 Oktober 2019 hingga 23 Desember 2020.
Sebelumnya, ia sempat bergabung dengan TNI AD yang memerintahkannya pergi ke beberapa wilayah Tanah Air seperti Lombok, Bali, dan Jakarta untuk bertugas pada bagian kesehatan militer.
Pria kelahiran Yogyakarta, 5 Agustus 1964 tersebut lulus dan memperoleh gelar dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada usia 26 tahun. Lalu, ia melanjutkan pendidikan spesialis di Departemen Spesialis Radiologi Universitas Airlangga serta mengambil program doktor di Universitas Hasanuddin pada 2016.
Teori Penyembuhan Cuci Otak
Baca Juga: Pemecatan Terawan Rekomendasi Sebelum Muktamar, Ketua IDI Aceh: Itu Cerita Lama
Terapi dengan metode Digital Substraction Angiography (DSA) yang diungkapkan Terawan pernah viral pada 2018 lalu. Tindakan ini oleh sejumlah kalangan dianggap sebagai teori penyembuhan cuci otak.
Kala itu, terapi dengan metode ini disebut belum teruji secara ilmiah hingga pernyataan Terawan menuai pro-kontra. Namun, ia diketahui berhasil menyembuhkan pasien stroke selang 4-5 jam pasca operasi.
Teori pengobatan stroke ini membuat Terawan diberhentikan sementara oleh MKEK IDI, mulai 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019. Ketua MKEK IDI, Prijo Pratomo, berkata bahwa ia telah melanggar kode etik.
Pertama, pasal 4 yang mengatur dokter harus menghindar dari perbuatan yang bersifat memuji diri. Ditambah pasal 6 yang mewajibkan dokter untuk berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap teknik pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
Menggagas Vaksin Nusantara
Tidak lama setelah Terawan menjabat sebagai Menkes pada Oktober 2019, Indonesia mulai diserang pandemi Covid-19. Kala itu ia menggagas pembentukan vaksin yang dinamai vaksin Nusantara.
Vaksin ini berbasis sel dendritik autolog atau komponen sel darah putih yang diketahui menjadi yang pertama kali di dunia untuk Covid-19.
Menurutnya, vaksin jenis ini bisa aman jika disuntikkan kepada orang-orang dengan penyakit penyerta atau komorbid. Vaksin karyanya bahkan telah dipakai oleh beberapa tokoh dan pejabat Indonesia.
Mereka adalah Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, yang pernah menjabat Panglima TNI, eks Menteri BUMN Dahlan Iskan, Kepala Staf Kepresiden Moeldoko, hingga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Caranya Memandang dan Menangani Covid-19
Terawan pernah mengungkapkan beragam pernyataan yang menuai kontroversi. Ia mengatakan bahwa Covid-19 tidak lebih berbahaya dari flu biasa dengan mengatakan jika flu biasa memiliki jumlah kematian yang lebih tinggi.
Kritik lainnya datang dari sikap arogan dan anti-sains Terawan dalam menangani pandemi di Indonesia. Diantaranya, ia berkata jika yang sehat menggunakan masker hanya sia-sia, menyalahkan para pembeli masker, menyuruh hidup santai untuk menghadapi corona, serta pengangkatan duta imunitas corona.
Itulah rekam jejak Terawan terkait pemecatannya dari keanggotaan oleh IDI beberapa hari lalu.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti