Suara.com - Kerahasiaan dan ketidakjujuran soal pengeluaran bisa membuat retak hubungan kekasih hingga pasutri. Mengapa kita tidak membahasnya lebih dalam?
Tiga bulan sebelum Tai dan Talaat McNeely menikah, Tai baru paham bahwa Talaat selama ini merahasiakan sesuatu. Tanpa sepengetahuannya, Talaat punya utang kartu kredit dan pinjaman multiguna dalam jumlah lumayan besar.
"Dia tidak ingin jujur pada saya soal keuangannya," kata Tai.
Walau pasangan asal Chicago ini sudah mendapat konseling soal urusan keuangan menjelang pernikahan, Talaat masih saja menyembunyikan urusan keuangan dari Tai. Bagi Tai, sikap itu sama saja dengan pengkhianatan sehingga pertunangan mereka hampir putus.
Baca Juga: Jokowi: Kerja Sama Industri Halal dengan Keuangan Syariah Harus Ditingkatkan
Tindakan Talaat bisa digolongkan ke dalam istilah "selingkuh keuangan": yaitu ketika kekasih atau suami/istri menyembunyikan urusan keuangan dari pasangan mereka.
Baca juga:
- Pinjol ilegal marak karena sistem yang lemah hingga perilaku masyarakat yang konsumtif
- Sederet alasan kita perlu bicara soal perselingkuhan
- Poliamori solo bukan sekadar gonta-ganti pasangan
Berdasarkan survei US News & World Report pada Januari 2022, sebanyak satu dari tiga pasangan di AS berurusan dengan perkara 'selingkuh keuangan'. Beberapa survei lain menunjukkan praktik tersebut makin jamak setiap tahun.
Dampaknya sungguh merusak. Kajian pada 2018 memperlihatkan 76% dari pasangan menikah yang terlibat 'selingkuh keuangan' mengaku pengalaman itu berdampak negatif terhadap hubungan mereka. Bahkan 10% di antara mereka mengaku sampai bercerai.
Menurut para pakar, alasan mengapa 'selingkuh keuangan' begitu jamak adalah karena secara umum perkara keuangan sulit dibincangkandan keadaannya semakin sulit ketika kita menduga kita salah mengelola keuangan atau menggunakannya dengan cara yang mungkin tidak disetujui pasangan.
Baca Juga: PNM Dorong Penciptaan Inklusi Keuangan Melalui Brigade Madani untuk Dukung Ekonomi Rakyat
Namun, para pakar juga mengatakan, menumpas tabu soal diskusi keuangan adalah kunci bagi pasangan untuk bisa selamat dari keretakan hubunganatau bahkan menghindarinya.
Sifat 'tersembunyi' dari selingkuh keuangan
Selingkuh keuangan mencakup beragam perilaku. Bisa saja sesuatu yang tampak remeh seperti tidak memberitahu pasangan mengenai pengeluaran kecil, seumpama makan dan minum bersama teman kantor selepas bekerja.
Namun bisa juga sesuatu yang lebih serius, misalnya menyisihkan uang secara diam-diam dari rekening bersama, berbohong soal jumlah pemasukan atau utang, meminjamkan uang dalam jumlah besar tanpa persetujuan pasangan, membeli barang mahal tanpa izin pasangan, hingga membuka rekening bank atau kartu kredit baru secara rahasia.
Michelle Jeanfreau, profesor di bidang ilmu pengetahuan mengenai anak dan keluarga di University of Southern Mississippi, AS, mengatakan kesadaran publik soal selingkuh keuangan masih belum banyak timbul.
Berdasarkan riset dirinya dan keluarganya, sebanyak 27% responden mengaku blak-blakan bahwa mereka melakukan selingkuh keuangan. Tapi kemudian ada lebih dari 50% responden mengaku melakukan sesuatu yang mungkin dapat dikategorikan sebagai selingkuh keuangan. Hal ini menunjukkan banyak orang belum tahu secara pasti apa yang dimaksud dengan selingkuh keuangan.
Jenny Olson, profesor bidang pemasaran yang mengkaji fenomena ini di Indiana University, AS, mengatakan dua komponen utama harus ada agar sebuah perilaku bisa digolongkan selingkuh keuangan.
Pertama, seseorang melakukan tindakan keuangan yang dia tahu pasangannya tidak akan setuju. Kedua, orang tersebut melakukannya secara rahasia. " Sudah ada antisipasi atas ketidaksetujuan," ujarnya.
Datanya memang masih terbatas, tapi para pakar menduga selingkuh keuangan semakin meningkat sejak beberapa dekade lalu, ketika kian banyak suami dan istri sama-sama bekerja mencari nafkah.
"Zaman sekarang, orang-orang punya rekening bank sendiri-sendiri, aliran pemasukan datang dari berbagai tempat, banyak orang yang punya lebih dari satu pekerjaan, semakin banyak orang berbincang soal pendapatan sampingan. Saya pikir semakin mudah untuk memburamkan batasan-batasan," papar Jeanfreau.
Semakin mudah pula untuk merahasiakan sesuatu karena "tersembunyi, dan sulit dipantau", kata Olson. "Kita tidak lagi mengelola buku cek di meja dapur. Kita login [ke aplikasi perbankan] untuk melihat pengeluaran virtual yang tidak terasa nyata, menghabiskan sumber dana bersama," tambahnya.
Singkat kata, lebih mudah melakukan selingkuh keuangan dan perbuatan itu semakin sulit dipantau ketika dana terasa tidak nyata dan tidak tampak di tangan.
Menyembunyikan pengeluaran demi meraih kekuasaan?
Ada banyak alasan mengapa sebagian orang menyembunyikan pengeluaran mereka dari pasangan.
Olson menilai beberapa orang melakukan selingkuh keuangan sebagai cara mendapatkan kembali otonomi dalam hubungan; mereka menggunakan pengeluaran keuangan sebagai cara meraih kekuasaan lagi.
"Kita punya keinginan tidak hanya bersama, tapi terpisah. Kita adalah pribadi-pribadi yang berlainan, dan kita juga ingin punya otonomi dalam keuangan kita," ucap Olson.
Namun, alasan orang-orang merahasiakan keuangan yang paling jamak adalah keinginan menghindari konfrontasi atau merasa malu atas pengeluaran mereka.
Selingkuh keuangan kerap terjadi bukan karena ada niat jahat, tapi karena pelakunya sangat peduli atas apa yang akan dipikirkan pasangannya sehingga mereka menyembunyikan pengeluaran atau pembelian suatu barang.
Melissa Houston, contohnya. Akuntan dari Ottawa, Kanada, ini paham bahwa tindakan borosnya adalah salah, tapi dia tidak ingin mengungkap perilaku itu kepada suaminya karena sang suami telah mempercayakan dia untuk mengelola keuangan bersama.
"Saya sangat malu dengan cara saya mengelola uang. Saya merasa begitu malu," kata Houston.
Aksi boros Houston tergolong sebagai "perilaku menghindar" yang dipicu ketidakpuasannya atas pekerjaannya. Perilakunya terungkap ketika dia mengaku kepada suaminya bahwa dia membeli kolam renang rakitan untuk dipasang di belakang rumah. Saat mengaku, menurut Houston, "ekspresi kekecewaan suami tampak brutal".
Beverly Harzog, seorang pakar kartu kredit, kolumnis di US News & World Report, serta editor survei selingkuh keuangan dalam edisi Januari 2022, mengatakan urusan keuangan bisa menjadi sangat emosional.
"Sebagai orang dewasa, masalah pengelolaan keuangan bisa membuat Anda merasa kecil dan khawatir tentang apa yang orang pikirkan terhadap Anda," ungkapnya.
Kemampuan mendiskusikan urusan keuangan, tambah Harzog, tergantung dengan cara kita dibesarkan.
"Apakah tabu berbicara soal uang? Apakah didiskusikan secara terbuka? Atau justru tidak pernah dibincangkan?"
Riset terkini di Inggris menunjukkan tidak sampai 50% dari 3.000 orang tua yang disurvei membicarakan soal uang kepada anak-anak merekawalau literasi keuangan amat dianjurkan guna membentuk perilaku pengeluaran yang sehat saat dewasa.
Tai McNeely mengaku sebelum dirinya mengetahui soal utang Talaat, dirinya adalah yang paling cermat soal urusan keuangan. Sebagai contoh, dia telah melunasi kredit mobil saat masih remaja dan mendanai dirinya hingga bisa kuliah.
"Saya punya penilaian kredit yang bagus, dia tidak. Saya tahu cara mengurus uang, dia tidak," cetus Tai McNeely.
Bangkit kembali
Sebagai pasangan, berurusan dengan selingkuh keuangan bisa menjadi hal sulit. Tantangan pertamanya adalah mengungkap apakah itu terjadi dalam hubungan Anda.
Menurut survei US News & Report, hanya 8% pasangan yang menemukannya melalui pengakuan. Kadang pasangan mulai menyadari tanda-tanda selingkuh keuangan melalui hal-hal kecil, seperti kedatangan paket belanja online lebih banyak dari biasanya atau bonus dari pekerjaan tidak pernah muncul.
Mengungkap topik ini memang terasa sangat sulit.
"Saya memilih kata 'tabu' untuk mendiskusikan uang. Semacam Anda seharusnya tahu apa yang harus dilakukan, tapi tiada yang mau membicarakannya," kata Jeanfreau.
Olson menambahkan "kita diajar untuk tidak" mengungkit soal uang, meskipun "keuangan adalah bagian besar dalam hidup kita" dan "landasan dalam sebuah hubungan".
Agar masalah ini tidak terjadi, menurut kedua pakar tersebut, penting untuk menyediakan waktu secara rutin untuk membahas pengeluaran dan menetapkan anggaran untuk setiap pasangan.
Adapun untuk orang yang menemukan pasangannya melakukan selingkuh keuangan, kedua pakar merekomendasikan agar jangan menghakimi dan mengasari, walau terasa kesal.
"Kita semua membuat kesalahan. Mudah-mudahan orang ini penting bagi Anda. Setidaknya berupayalah untuk bisa bangkit kembali," imbau Harzog.
Menurutnya, dalam hubungan kekasih atau rumah tangga, selingkuh keuangan biasanya tidak seserius selingkuh asmara. Selama seseorang tidak merasa kepercayaannya benar-benar hancur gara-gara selingku keuangan dan tidak bisa dipulihkan, pasangan bisa bangkit kembali.
Houston, misalnya, mengubah pekerjaannya. Dia mulai berwirausaha untuk menguatkan para perempuan dalam mengelola keuangan.
Kepercayaan dengan suaminya masih terus dibangun, tapi menurutnya komunikasi mengenai uang dan pengeluaran menjadi lebih jujur, terbuka, dan sering.
Dia meyakini mendapat pelatihan atau terapi untuk menangani perilaku dalam keuangan adalah penting.
"Sangat penting, bahkan ketika pola pikir Anda soal uang sudah beres, pelatihan atau terapi berguna untuk terus mengingatkan diri sendiri," kata Houston.
McNeely dan suaminya beda lagi. Dia dan suaminya kini telah menikah selama 16 tahun.
Mereka mengelola siniar atau podcast serta saluran YouTube yang memberikan arahan soal keuangan kepada para pasangan.
McNeely mengaku dirinya dan suaminya mampu bekerja sama sebagai sebuah tim begitu suaminya paham apa yang telah dia lakukan.
Walau tindakan sang suami sempat mengganggu hubungan mereka, McNeely menyadari bahwa rumitnya mendiskusikan urusan keuangan harus dipahami ketimbang hanya menyalahkan pasangan.
"Bukan karena dia tidak cinta saya. Dia hanya tidak ingin mengecewakan saya," tutup McNeely.
---
Artikel ini dapat dibaca dalam versi bahasa Inggris berjudul The Financial Fidelity That Can Sank Couples di BBC Worklife