Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G. Plate membahas penyebaran misinformasi dan disinformasi, serta potensi kerja sama bidang pendidikan dengan Menteri Media Massa, Sri Lanka Dullas Alahapperuma.
Menurut Johnny, Kementerian Kominfo menginisiasi tiga lapis strategi untuk memerangi penyebaran hoaks, misinformasi, malinformasi, dan disinformasi. Menkominfo merinci tiga strategi itu mencakup tingkatan hulu, tengah dan hilir.
"Pertemuan dengan Menteri Media Massa Sri Lanka membicarakan soal upaya pemerintah dalam melawan penyebaran misinformasi dan disinformasi," ujarnya, usai pertemuan, yang berlangsung di Hotel Apurva Kempinski Nusa Dua, Bali, Kamis (24/3/2022).
“Kominfo bersama komunitas lokal, akademisi, masyarakat siber, media, dan pihak swasta secara masif melakukan kampanye, kelas pendidikan, dan pelatihan literasi digital kepada seluruh masyarakat. Kami menargetkan 50 juta warga terliterasi hingga 2024,” tambahnya.
Baca Juga: Menkominfo Klaim Sudah Takedown Konten Investasi Ilegal Sejak 2016
Pemerintah Indonesia memberikan perhatian terhadap peningkatan literasi digital. Menurut Johnny, hal tersebut menjadi salah satu fondasi utama dan solusi berkelanjutan untuk membangun ketahanan masyarakat terhadap hoaks dan misinformasi.
“Menanggapi ancaman keamanan siber non-teknis seperti scam, phising, hoaks dan disinformasi, Indonesia harus memiliki kecakapan digital yang sangat baik,” ucapnya.
Menteri Johnny menyatakan, Indonesia pernah mendapat kehormatan menerima gelar World Summit Information Society (WSIS) Prizes pada tahun 2020 atas kontribusi dalam peningkatan kapasitas digital dan literasi di Indonesia.
Ia menyebut, Indonesia telah melakukan serangkaian tindakan serius dan cepat untuk menghapus akses konten negatif ke situs web, platform digital, atau akun yang menyebarkan informasi palsu. Sejak Januari 2020 hingga Maret tahun ini, terdapat 5.727 konten telah diajukan untuk takedown isu hoaks, yang tersebar di berbagai platform media sosial di Indonesia.
“Kominfo secara aktif memantau dan melakukan upaya penindakan atas peredaran konten berbahaya di internet. Sejak awal perkembangan pandemi Covid-19, dengan menggunakan mesin crawling Kominfo melalui Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika dapat mengidentifikasi peredaran hoaks sehari-hari terkait Covid-19 di media sosial,” jelasnya.
Baca Juga: Kominfo Buka Program Beasiswa S2 di Dalam dan Luar Negeri
“Di Facebook, total ada 5.020 konten yang diajukan, 4.083 sudah di-takedown dan 217 sedang ditindaklanjuti. Untuk Instagram, dari 52 yang diajukan, 43 konten sudah di-takedown dan 9 masih dalam proses penanganan. Di YouTube, dari total 55 konten 54 diantaranya sudah di-takedown dan satu masih ditindaklanjuti. Kemudian, Twitter 573 konten diajukan, 561 di-takedown dan 12 sisanya masih ditindaklanjuti. TikTok 25 konten diajukan, 14 konten telah ditangani dan 13 konten sedang ditindaklanjuti,” jelasnya.
Menkominfo menegaskan, upaya membangun ketahanan siber di seluruh negeri tidak hanya untuk kepentingan pemerintah yang kokoh, namun mendorong setiap negara untuk menjadi bagian dalam upaya menghadapi tantangan di dunia siber.
“(Itu) merupakan langkah kita bersama untuk mendidik, serta menyebarkan kesadaran untuk memastikan pemahaman yang lebih baik tentang ancaman dunia maya yang muncul saat ini di lingkungan masyarakat,” tandasnya.
Pemerintah telah memanfaatkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk mengatasi informasi palsu yang beredar di ruang digital.
“Dalam menangani konten negatif di Indonesia, Kominfo mendorong pendekatan “Pentahelix” dengan multi-stakeholder dalam berbagai implementasi kebijakan untuk melawan penyebaran berita palsu di platform digital, termasuk melibatkan pemerintah, masyarakat, media, akademisi dan sektor swasta,” jelas Johnny.
Pemerintah Indonesia telah menyusun dan menerapkan peraturan pelaksana, berupa Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Swasta.
Selain membicarakan tentang penanganan konten negatif, Menkominfo dan Dullas Alahapperuma membahas pengaturan jalan tengah antara demokrasi dan kebebasan pers, dengan tetap melindungi informasi yang dibutuhkan publik dari potensi sebaran hoaks.
Menurut Johnny peran media konvensional dan media baru sangat penting dalam menambah viralitas misinformasi dan disinformasi, melalui penyebaran clickbait dengan headline berita atau informasi yang berpotensi menyesatkan pembacanya.
“Oleh karena itu, Kominfo telah menerbitkan Permen No. 5 Tahun 2020 yang memuat ketentuan yang mengatur akses konten dalam keadaan tertentu,” tegasnya.
Ia menjelaskan pula pengaturan mengenai media penyiaran di Indonesia yang telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Lapangan Kerja.
“Dengan peraturan pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar),” jelasnya.
Undang-undang tersebut mengatur tentang asas, tujuan, fungsi, dan arah penyelenggaraan jasa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa di Indonesia.
Mengenai pengaturan pers dan kerja jurnalistik, Menteri Johnny menyebutkan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur kegiatan jurnalis dan peran penting pers nasional sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial masyarakat.
“Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia saat ini sedang dalam proses pembahasan ketentuan mengenai Hak Penerbit, dengan tujuan untuk mendorong fair playing field antara media konvensional dan media digital di Indonesia (publisher rights),” ujar Menteri Johnny.
Dalam pertemuan tersebut, Menkominfo didampingi Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Usman Kansong dan Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi.