Suara.com - Korea Utara menembakkan rudal balistik antarbenua di lepas pantai timur, menurut laporan Jepang dan Korea Selatan. Kejadian itu berlangsung kurang dari dua minggu setelah Washington menuduh Pyongyang menguji sistem ICBM.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan Korea Utara menembakkan rudal balistik antarbenua, ICBM (Intercontinental Ballistic Missile), yang diduga dilakukan pada hari Kamis (24/03).
"Ini merupakan ancaman serius bagi semenanjung Korea, kawasan, dan komunitas internasional,” ujar Moon dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa tindakan itu adalah "pelanggaran yang jelas” terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.
Uji coba ini adalah "pelanggaran penangguhan peluncuran rudal balistik antarbenua yang dijanjikan oleh Pimpinan Kim Jong Un kepada komunitas internasional,” tambah Moon.
Baca Juga: Welcome to Dongmakgol: Ketika Tentara Korea Utara dan Korea Selatan Bersatu
Pihak berwenang Jepang mengatakan rudal itu terbang selama sekitar 71 menit ke ketinggian sekitar 6.000 kilometer dengan jangkauan 1.100 kilometer dari lokasi peluncuran.
Senjata paling kuat yang diuji sejak 2017
Uji coba tersebut menandai pertama kalinya Pyongyang meluncurkan senjata yang begitu kuat sejak 2017.
Resolusi Dewan Keamanan PBB telah melarang semua uji coba rudal balistik dan nuklir Korea Utara serta memberikan sanksi pada program senjatanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan Jepang mengatakan Korea Utara mungkin telah menembakkan "tipe baru” ICBM ke laut lepas di Pantai Timur Semenanjung Korea. Penjaga pantai Jepang mengatakan rudal diduga mendarat di 170 kilometer lepas pantai utara Jepang, yang berada dalam zona ekonomi eksklusif Jepang.
Baca Juga: Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik namun Gagal Meluncur
Setelah peluncuran rudal milik Korea Utara, Korea Selatan menembakkan roketnya sendiri ke Laut Jepang.
"Menanggapi peluncuran ICBM, militer kami bersama-sama menembakkan rudal dari darat, laut, udara,” kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan dalam sebuah pernyataan.
Washington dan Tokyo melayangkan protes Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, yang berada di Brussel untuk menghadiri KTT G7 terkait perang di Ukraina, mengatakan peluncuran itu adalah "tindakan kekerasan yang tidak dapat diterima.”
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan Tokyo telah mengajukan protes keras atas uji coba rudal tersebut.
Gedung Putih dan militer Amerika Serikat juga mengutuk peluncuran tersebut dan meminta Pyongyang untuk menahan diri dari tindakan destabilisasi lebih lanjut.
"Peluncuran ini merupakan pelanggaran berani terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB dan secara tidak perlu meningkatkan ketegangan dan berisiko mengganggu stabilitas situasi keamanan di kawasan itu,” kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki.
Para ahli sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan Korea Utara mengeksploitasi perhatian di Ukraina untuk melakukan tes, meskipun yang lain mengatakan bahwa Pyongyang meningkatkan pengujian sebelum perang pecah.
AS dan Korea Selatan memperingatkan tentang uji coba ICBM Washington dan Seoul menuduh Pyongyang menembakkan rudal yang merupakan bagian dari sistem ICBM baru kurang dari dua minggu lalu.
Kedua negara memperingatkan bahwa Korea Utara mungkin sedang bersiap untuk menguji ICBM jarak penuh.
Para pejabat AS mengatakan setidaknya dua uji coba baru-baru ini, satu dilakukan pada 27 Februari dan yang lainnya pada 5 Maret, melibatkan Hwasong-17, sistem ICBM terbesar Pyongyang.
Seorang pejabat AS mengatakan bahwa tujuan ini kemungkinan untuk "mengevaluasi sistem baru ini sebelum melakukan uji coba pada jarak penuh di masa depan, yang berpotensi menyamar sebagai peluncuran luar angkasa."
Untuk tahun 2022 saja, Korea Utara telah meluncurkan sekitar 10 proyektil. Mereka juga telah menguji senjata lain, seperti peluncur roket jarak pendek beberapa hari yang lalu.
AS dan 10 negara lainnya mengutuk uji coba rudal Korea Utara yang berulang dalam sebuah pernyataan setelah rapat Dewan Keamanan tertutup pada 8 Maret lalu. yas/ha (AFP, Reuters)