Suara.com - Sekjen PBB menyebut proyek sistem peringatan dini iklim global bertujuan untuk membuat setiap orang mampu bertindak menangani bencana alam yang lebih kuat karena perubahan iklim.
Setiap orang di planet ini harus berada dalam jangkauan sistem peringatan dini cuaca dalam lima tahun, kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Rabu (23/03).
"Setiap peningkatan pemanasan global akan semakin menambah frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem,” kata Guterres.
Sistem peringatan dini memungkinkan pemantauan kondisi atmosfer waktu nyata di laut dan di darat, serta memprediksi peristiwa cuaca yang akan datang.
Baca Juga: Peneliti Iklim: Negara Kaya Harus Stop Produksi Minyak dan Gas Sampai 2034
Guterres mengatakan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) bertujuan untuk membuat sistem yang sudah digunakan oleh banyak negara kaya, tersedia untuk negara berkembang.
Sepertiga penduduk dunia tidak memiliki cakupan peringatan dini, terutama di negara-negara kurang berkembang dan negara-negara pulau kecil yang sedang berkembang.
"Ini tidak dapat diterima, terutama dengan dampak iklim yang pasti akan menjadi lebih buruk,” kata Guterres.
"Sistem peringatan dini menyelamatkan nyawa. Mari kita pastikan mereka bekerja untuk semua orang,” tambahnya.
WMO mengharapkan pengembalian investasi yang tinggi
Baca Juga: Panel Iklim PBB Mulai Rundingkan Solusi Cegah Bencana Iklim
Rencana tersebut akan menelan biaya $1,5 miliar (Rp21,5 triliun) dan WMO akan mempresentasikan rencana aksi pada konferensi iklim PBB di Mesir pada bulan November 2022.
Organisasi itu mengatakan jumlah bencana cuaca yang tercatat naik lima kali lipat dari 1970 hingga 2019 karena perubahan iklim.
Ada juga peningkatan jumlah kejadian cuaca ekstrem dan peningkatan pemantauan yang berkontribusi pada peningkatan jumlah kejadian yang tercatat.
"Berkat peringatan yang lebih baik, jumlah nyawa yang hilang menurun hampir tiga kali lipat selama periode yang sama,” kata WMO.
Komisi Global untuk Adaptasi menyarankan bahwa menghabiskan $800 juta (Rp11,4 triliun) untuk sistem peringatan dini di negara-negara berkembang saja akan menghindari kerugian tahunan hingga $16 miliar (Rp229,7 triliun). rw/ha (AP, AFP, Reuters)