Pernyataan Titi menyusul wacana penundaan pemilu kembali muncul usai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim berdasarkan big data pemerintah, sebanyak 110 juta warga setuju Pemilu 2024 ditunda. Angka tersebut diklaim Luhut merupakan pengguna media sosial.
Titi menyebut, umumnya penundaan Pemilu hingga tahunan, bertujuan untuk menghindari pembatasan masa jabatan dan memperpanjang masa jabatan.
"Kebanyakan penundaan pemilu yang sampai tahunan memang dimaksudkan untuk menghindari pembatasan masa jabatan dan memerpanjang masa jabatan. Ini tren globalnya," ucap dia.
Titi menjelaskan, bahwa mulanya muncul narasi Jokowi tiga periode, lalu kemudian menjadi isu penundaan pemilu.
Wacana soal penundaan Pemilu 2024 awalnya ketika itu disampaikan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada 9 Januari 2022. Namun pada 24 Januari, pemerintah, DPR, KPU telah sepakat bahwa Pemilu serentak digelar 14 Februari 2024.
Titi memaparkan perbedaan terkait jabatan presiden tiga periode dengan penundaan Pemilu. Pertama, jabatan presiden tiga periode itu membutuhkan amandemen UUD 1945.
Karena nggak mungkin tanpa amandemen, tapi dia harus juga kerja keras ikut pemilu. Karena yang menentukan itu hasil pemilu," kata dia.
Kemudian impresi dari jabatan presiden tiga periode yakni mengejar kekuasaan. Sebab jabatan presiden dua periode dianggap tidak cukup, sehingga harus mengikuti pemilu kembali untuk periode ketiga.
"Jadi ada tindakan aktif, untuk bisa di periode ketiga. Lalu daya jangkau insentifnya, manfaatnya, lebih sempit karena insentif hanya untuk presiden," imbuh Titi.
Baca Juga: Ribut Jokowi Tiga Periode, Refly Harun: Bagaimana Kalau Amandemen Memperpendek Masa Jabatan?