Suara.com - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Jumhur Hidayat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022). Dalam aksinya mereka mendesak UU Omnibus Law Cipta Kerja dihapus.
Aksi tersebut kemudian disambut dengan difasilitasi audiensi dengan Wakil Ketua DPR RI fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.
Berdasarkan pantauan Suara.com, audiesi tersebut dilakukan di Gedung Nusantara III tepatnya di Lantai 4, Kompleks Parlemen. Dasco mengatakan, audiensi tersebut para buruh menyampaikan aspirasinya mengenai isu-isu yang berkaitan dengan perburuhan.
"KSPSI menerima aspirasi yang akan disampaikan ke DPR tentang berbagai hal isu-isu perburuhan yang ada di tanah air kita," kata Dasco.
Baca Juga: Kamis Pekan Ini, Buruh KSPSI Bakal Gugat Aturan JHT ke PTUN Jakarta
"Tadi sudah saya terima beberapa hal dan kita sepakat akan melakukan komunikasi intens tentunya dengan kawan-kawan buruh untuk sama-sama mengurai dan mencari solusi terhadap beberapa permasalahan yang paling krusial yang tadi disampaikan," sambungnya.
Adapun dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum DPP KSPSI, Jumhur Hidayat, mengaku senang dapat diterima oleh pimpinan DPR. Ia mengakatan, pihaknya telah diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi soal Omnibus Law.
Jumhur mengatakan memang ketika pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja ada deadlock antara DPR dengan buruh.
"Dan ini akan kita buka kembali, kita dikasih kesepatan untuk adanya penyempurnaan lah dari UU Omnibus Law, intinya kita semua ini niatnya baik, bukan menang-menangan, tapi ada satu realita yang harus kita hadapi yang ujungnyaadalah memastikan perlindungan terhadap pekerja Indonesia," tuturnya.
Menurutnya, Dasco selaku pimpinan DPR sudah membuka ruang dialog dalam penyempurnaan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang diminta MK untuk diperbaiki.
Baca Juga: Panas! Yorrys Raweyai Sebut Kongres X KSPSI Versi Kubu Jumhur Hidayat Abal-abal
"Kita berdialog secara bermartabat, tidak ada lagi yang dianggap bodoh, dianggap yang paling berkuasa, kita sebenarnya punya niat baik, tapi memang de facto penguasa DPR yang membuat UU itu," ujarnya.