Suara.com - Kelangkaan pangan dan bahan bakar meluapkan amarah warga seiring ambruknya perekonomian Sri Lanka. Pemerintah kini menerjunkan tentara untuk mengendalikan aksi protes. Bantuan diharapkan datang dari Cina dan India.
Seorang pengemudi sepeda motor ditikam hingga tewas oleh pengemudi lain, gara-gara berebut antrian di luar stasiun pengisian bahan bakar di Colombo, Sabtu (19/3) malam.
Pada saat yang sama, seorang lansia berusia 70 tahun meninggal dunia akibat keletihan, saat mengantri bensin.
Dua lansia lain dikabarkan mengalami nasib serupa. Kegentingan di Sri Langka akibat kelangkaan bahan bakar mulai menimbulkan korban jiwa.
Baca Juga: Sri Lanka Membatalkan Ujian Sekolah karena Kekurangan Kertas
Ironisnya, kapal-kapal tanker berisi suplai minyak dan gas sudah sejak beberapa hari merapat di Pelabuhan Hambantota.
Mereka menunggu importir yang kelimpungan mengumpulkan uang untuk membayar tagihan. Akibatnya, pengendara di Sri Lanka terpaksa mengantri berjam-jam untuk bisa membeli bensin atau solar.
"Emosi mulai mendidih seiring semakin panjangnya antrian,” kata seorang pejabat pemerintah di Colombo kepada AFP.
"Semalam diputuskan untuk menerjunkan tentara demi memperkuat tugas kepolisian. Langkah ini diambil untuk mencegah pecahnya aksi kerusuhan,” imbuhnya.
Sekelompok ibu-ibu dilaporkan menghadang sebuah bus pariwisata pada Senin (21/3), sebagai bentuk protes menentang harga minyak goreng yang terus membumbung tinggi.
Baca Juga: Indonesia-Sri Lanka Sepakati Perundingan Perjanjian Dagang Istimewa
Adapun warga lain memicu kemacetan parah di salah satu ruas jalan ibu kota, ketika bensin dinyatakan habis di tengah antrian.
Sebab itu, tentara kini ditugaskan mengamankan stasiun-stasiun pengisian bahan bakar di seluruh penjuru negeri di Asia Selatan itu.
Keberadaan aparat dinilai krusial, untuk mengamankan warga yang kini mulai menginap di pom bensin untuk menunggu datangnya kiriman bahan bakar.
Bantuan Cina dan India
Krisis ekonomi di Sri Lanka antara lain dipicu pandemi corona, yang berimbas melumpuhkan sektor andalan, seperti pariwisata.
Menurunnya pendapatan negara berakibat fatal, lantaran tingginya beban utang pemerintah.
Krisis kali ini diklaim sebagai yang terparah sejak kemerdekaan tahun 1948.
Pemerintah dikabarkan kehabisan devisa dalam bentuk mata uang Dollar AS untuk melakukan transaksi luar negeri, dan sebabnya tidak mampu mengimpor bahan kebutuhan pokok.
Kelangkaan berbagai barang di Sri Lanka sudah sedemikian parah, hingga pemerintah bahkan harus membatalkan ujian nasional bagi tiga juta murid tahun ini, lantaran kurangnya persediaan kertas dan tinta.
Bantuan antara lain diharapkan berasal dari Cina. Senin (21/3), Duta Besar Cina di Colombo, Qi Zhenhong mengumumkan, pemerintah di Beijing sedang mempertimbangkan permohonan utang tambahan senilai USD 2,5 miliar dari pemerintah Sri Lanka.
"Cina memahami situasi mendesak yang dihadapi Sri Lanka dan penduduknya,” kata Qi di Colombo.
"Otoritas terkait di Cina langsung mempelajari permintaan dari Sri Lanka.”
Dia mengaku pinjaman yang diminta berupa USD 1 miliar utang dan USD 1,5 miliar kredit impor untuk mendatangkan kebutuhan pokok. Gubernur Bank Sentral Sri Lanka, Ajith Cabraal mengakui, pihaknya mencari tambahan dana dari Beijing, sekaligus meminta restrukturisasi utang kepada Cina.
Colombo hingga akhir tahun harus membayar utang luar negerinya senilai 4 miliar USD yang jatuh tempo.
Pekan lalu, India mengabulkan kredit impor senilai USD 1 miliar untuk membeli bahan pangan dan obat-obatan.
Pemerintah di Colombo juga mengaku sedang menegosiasikan bantuan darurat dengan Badan Moneter Internasional (IMF). rzn/as (afp,ap)