Soal Pernikahan Ketua MK dan Adik Jokowi, Jimly Asshiddiqie: Potensi Conflict of Interest Tergantung Kasusnya

Rabu, 23 Maret 2022 | 14:00 WIB
Soal Pernikahan Ketua MK dan Adik Jokowi, Jimly Asshiddiqie: Potensi Conflict of Interest Tergantung Kasusnya
Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. [dokumentasi pribadi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie ikut menyoroti perihal Anwar Usman yang berencana akan menikah dengan Idayati, adik kandung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rencana pernikahan itu menjadi sorotan publik lantaran dikhawatirkan memicu konflik kepentingan atau conflict of interest terkait jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK. 

Terkait soal itu, Jimly Asshiddiqie mengatakan hal tersebut tak bisa digeneralisasi. Sebab, dia menganggap, adanya potensi conflict of interest, tergantung per kasus. 

"Kalau mau fair, jangan digeneralisasi. Potensi conflict of interest tergantung kasus per kasusnya. Kalau yang jadi objek perkara adalah KUHP buatan Belanda, tidak perlu dikaitkan dengan conflict dengan Presiden," ujar Jimly saat dikonfirmasi Suara.com, Rabu (23/3/2022).

Kata Jimly, jika perkara impeachment, tentu sangat berkaitan dengan konflik kepentingan.

Baca Juga: Ketua MK Bakal jadi Ipar Jokowi, Pimpinan DPR soal Pernikahan Anwar Usman-Idayati: Tak Ada Aturan yang Melarang

Karenanya Jimly mengatakan jika ingin mundur dari jabatan sebagai Ketua MK atau hakim MK, Anwar cukup nonaktif jika menangani kasus-kasus tertentu, sehingga tidak digeneralisasi. 

"Kalau perkara impeachment tentu erat kaitannya dengan conflict of interest. Karena itu, kalau mau mundur dari jabatan ketua atau sebagai hakim, cukup nonaktif, tetapi hanya terkait kasus-kasus tertentu saja. Jangan digeneralisasi," tutur dia 

Ketika ditanya apakah dalam setiap adanya gugatan terhadap UU, Anwar harus non aktif dari jabatannya, Jimly menyerahkan hal tersebut kepada pihak yang berperkara. 

"Tanyakan saja kepada para pihak yang sedang berperkara, tergantung kasusnya. Biar para pihak yang menilai," papar Jimly.

Lebih lanjut, Jimly mengatakan bahwa terdapat sembilan hakim di MK dan setiap hakim memiliki sikap masing-masing.

Baca Juga: Ketua MK Nikahi Adik Jokowi: Anggota DPR Anggap Desakan Mundur Berlebihan, Tapi Pakar Katakan Itu Pilihan Terbaik

Idayati dengan Anwar Usman. [ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi]
Idayati dengan Anwar Usman. [ANTARA/HO-Dokumentasi pribadi]

Kata Jimly, sembilan hakim tersebut sama dengan sembilan tiang konstitusi. Namun jika ada satu hakim yang tidak hadir, yang menjadi penentu keputusan adalah ketua.

"Sembilan hakim (sama dengan) sembilan tiang konstitusi sendiri-sendiri, maka kadang-kadang posisi pendapat 4  (versus) vs 5. Tapi kalau ada yang absen, maka kalau posisi 4 vs 4, yang jadi penentu dimana pendapat ketua, itulah yang jadi putus lembaga," ucap Jimly. 

Kendati demikian kata Jimly di era digital saat ini, posisi Ketua MK tidak lagi signifikan.

"Namun di era media sosial, sekarang kalaupun ada yang tidak bisa hadir, kan bisa bicara lewat telepon atau WA atau vidcon (video conference, maka posisi ketua terkait substansi perkara tidak lagi signifikan, kecuali hanya jadi ketua rapat saja," katanya.

Diminta Mundur dari MK

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyarankan agar Anwar mundur dari jababannya tak hanya sebagai ketua, tetapi mundur sebagai hakim konstitusi, setelah menikah.

"Dengan segala hormat saya kepada pak Anwar, itu hak dia sebagai seorang manusia. Saya berpendapat memang pilihan terbaik bagi beliau adalah meninggalkan jabatan itu, tidak saja sebagai ketua, tetapi hakim konstitusi," ujar Margarito saat dihubungi Suara.com, Selasa, kemarin.

Margarito mengatakan bahwa saran agar Anwar mundur dari MK setelah menikah, karena yang dilakukan MK adalah mengadili Undang Undang, yang merupakan produk kebijakan Presiden bersama DPR. Sehingga kata Margarito, sulit untuk meminta Anwar untuk bersikap obyektivitas.

"Mengapa? yang diadili dari hari ke hari itu adalah tindakan presiden. UU itu tindakan presiden bersama-sama dengan DPR. Terlalu sulit kita meminta pak Anwar menyajikan obyektiftasnya di tengah dia sebagai ipar dari presiden yang membuat UU," ucap dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI