Suara.com - Parlemen Pakistan sepakat menggelar Sidang Istimewa pada Jumat, (25/3), untuk memakzulkan Perdana Menteri Imran Khan. Nasib politiknya kini ditentukan belasan kader partai yang membelot ke kubu oposisi.
Hingga beberapa pekan lalu, Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, masih berusaha meyakinkan anggota fraksi Partai Gerakan Pakistan untuk Keadilan (PTI) untuk bertobat.
"Kembalilah, kalian akan dimaafkan,” serunya dalam sebuah pidato publik, "seperti ayah memaafkan anak-anaknya.”
Namun sikapnya berubah agresif, seiring keputusan parlemen pada Minggu (20/3), untuk menggelar Sidang Istimewa hari Jumat depan.
Pada Senin (21/3), Kejaksaan Agung Pakistan mengajukan petisi kepada Mahkamah Agung untuk mendiskualifikasi kader partai yang mendukung Mosi Tidak Percaya oleh partai-partai oposisi.
"Pertanyaan dasarnya,” kata Jaksa Agung Khalid Jawed Khan, "seberapa signifikan suara yang dikumpulkan oleh anggota parlemen yang bersangkutan.”
Pembelotan belasan anggota fraksi PTI itu membuat koalisi pemerintah kehilangan porsi mayoritas dengan 172 suara di parlemen.
Adapun kubu oposisi saat ini berkekuatan 163 kursi. Dengan suara tambahan dari pemnbelot fraksi partai pemerintah, pemakzulan Imran Khan diyakini hanya tinggal hitungan hari.
Petisi kejaksaan kepada Mahkamah Agung dirancang untuk mencegah kader partai yang membelot untuk bisa menghadiri Sidang Istimewa.
Pertikaian di tubuh koalisi Sejak sebulan silam, partai-partai oposisi di Pakistan berusaha menggalang suara demi menjatuhkan PM Khan.
Dia dituduh melakukan wanprestasi di bidang ekonomi, birokrasi dan kebijakan luar negeri. Pakistan saat ini menghadapi lonjakan angka inflasi yang diperparah dengan defisit anggaran dan anjloknya cadangan devisa luar negeri.
Khan berusaha mengendalikan situasi dengan menurunkan harga bahan bakar dan listrik. Namun upayanya itu dinilai tidak cukup.
Koalisi oposisi antara lain terdiri dari Partai Liga Muslim Pakistan (PML-N) dan Partai Rakyat Pakistan (PPP) bentukan Nawaz Sharif dan Benazir Bhutto.
"Mereka punya jumlah yang cukup,” untuk Mosi Tidak Percaya, "bahkan lebih dari itu,” kata Pervaiz Elahi, salah satu ketua partai koalisi Imran Khan, Selasa (15/3) silam.
"Dia 100 persen dalam bahaya,” kata rekan koalisinya itu. Dia merujuk pada empat partai kecil yang menyumbang 20 kursi bagi koalisi pemerintah. "Mereka sekarang condong ke arah oposisi,” imbuh Elahi.
Bersama partainya, Elahi dikabarkan sudah menjalin kontak dengan kelompok oposisi untuk menegosiasikan pemerintahan baru jika Khan dilengserkan.
Posisi PM Imran Khan banyak melemah sejak berseteru dengan militer ihwal pergantian kepala dinas rahasia, ISI.
Lantaran dukungan angkatan bersenjata bagi perdana menteri sangat penting, gosip keretakan antara istana negara dan markas besar militer turut memperkuat upaya pemakzulan.
Menghimpun kekuatan rakyat PM Khan berusaha menyerap dukungan akar rumput untuk menyelamatkan koalisi pemerintahannya.
Senin (21/3), dia berpidato membela pencapaian pemerintah saat meresmikan sebuah rumah sakit di Islamabad.
Minggu (27/3) depan, dia mengundang pendukungnya menghadiri "parade satu juta orang” di ibu kota.
Aksi tersebut diyakini sebagai bentuk unjuk kekuatan bagi rekan koalisi. Dalam sebuah pidato televisi Selasa (15/3) lalu, dia mengklaim pemerintahannya masih didukung mayoritas anggota parlemen.
Dia juga menegaskan kesiapan pemerintah menghadapi upaya pemakzulan oleh oposisi. Khan yang menjalani masa jabatan hingga Agustus 2023, terpilih antara lain berkat kedekatannya dengan militer.
Partai-partai oposisi bahkan menuduh sang perdana menteri "dipilih” oleh para jendral. Mosi Tidak Percaya pada Jumat (25/3) depan merupakan kelanjutan dari tradisi panjang pemakzulan terhadap kepala pemerintahan di Islamabad.
Tercatat, sejak awal kemerdekaan tidak seorangpun perdana menteri Pakistan mampu mengakhiri masa jabatannya. rzn/hp (dpa,ap,rtr)