Rusia Blokir Jalur Utama Ekspor Gandum, Pasokan Pangan Dunia Terancam

Senin, 21 Maret 2022 | 15:41 WIB
Rusia Blokir Jalur Utama Ekspor Gandum, Pasokan Pangan Dunia Terancam
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lebih 300 kapal telah dilarang meninggalkan Laut Hitam oleh pasukan Rusia. Ini salah satu rute perdagangan utama global untuk gandum dari Ukraina. Kawasan subur ini dikenal sebagai "keranjang roti dunia".

Perusahaan agrikultur terbesar Jerman, BayWa melaporkan, Rusia masih menghalangi ekspor gandum dari Ukraina dan Rusia, yang merupakan bagian penting dari pasokan pangan dunia.

"Tidak ada (gandum) diekspor dari pelabuhan Ukraina saat ini - tidak ada yang meninggalkan negara itu sama sekali," kata Jörg-Simon Immerz, kepala perdagangan bagian biji-bijian di BayWa kepada kantor berita Jerman dpa.

Pernyataan Immerz didukung oleh Otoritas Maritim Panama, yang pada hari Rabu (16/03) mengatakan, Angkatan Laut Rusia mencegah 200-300 kapal meninggalkan Laut Hitam.

Baca Juga: Sumber Perekonomian Ukraina Lebih dari Sekadar Gandum

Kebanyakan dari kapal itu mengangkut gandum. Noriel Arauz, administrator Otoritas Maritim Panama mengatakan, tiga kapal berbendera Panama telah diserang Rusia sejak invasi ke Ukraina dimulai pada tanggal 24 Februari lalu.

Satu kapal tenggelam dan dua lainnya rusak, sementara ini tidak ada korban tewas dan luka.

Sementara surat kabar Inggris The Guardian melaporkan, beberapa kapal lain juga telah diserang sejak invasi dimulai, termasuk dari Bangladesh dan Estonia, yang menyebabkan satu orang tewas.

Rusia beralasan pemblokiran kapal-kapal tersebut kareana adanya potensi risiko tinggi ranjau, yang diklaim Rusia telah dipasang oleh Angkatan Laut Ukraina.

Ketahanan pangan terancam Pertanyaan yang dilontarkan adalah, berapa banyak gandum yang dapat diproduksi Ukraina tahun ini, dalam situasi konflik.

Baca Juga: Rusia Invasi Ukraina, Indonesia Perlu Cari Sumber Gandum Baru

Pada saat yang sama, Rusia telah menyatakan akan membalas sanksi Barat, yang telah melumpuhkan ekonominya. Pembatasan ekspor gandum dan pupuk diduga berada di urutan teratas dalam daftar sanksi balasan Moskow, yang dapat memiliki konsekuensi lebih lanjut bagi pasokan pangan dunia dan inflasi harga pangan.

Rusia memproduksi hampir 80 juta ton gandum per tahun dan mengekspor hampir 30 juta ton, sementara Ukraina mengekspor sekitar 20 hingga 25 juta ton gandum per tahun.

Immerz dari BayWa lebih lanjut mengatakan, seluruh pasar kini mengikuti ekspor Ukraina lebih dari Rusia, karena ekspor Rusia saat ini dianggap lebih berisiko.

"Gandum disemai di musim gugur dan sekarang saatnya perlu diberi pupuk," kata Immerz. "Jagung bahkan belum ditaburkan, dan jika itu tidak bisa ditaburkan, tentu saja, tidak akan ada panen."

BayWa namun meyakini, tidak ada alasan untuk takut akan kekurangannya pasokan gandum, karena lebih banyak gandum yang dipanen di Uni Eropa (UE) daripada yang dikonsumsi.

"Uni Eropa mengekspor sekitar 30 juta ton gandum setiap tahun, dan Jerman juga merupakan negara pengekspor pada tahun-tahun normal," kata Immerz. Tapi itu tidak berlaku untuk semua jenis biji-bijian.

"Kita mengandalkan impor untuk jagung," tambahnya. Kebutuhan pangan Afrika rentan Sementara itu, sebuah laporan baru oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) telah memperingatkan tentang dampak perang terhadap situasi pangan di Afrika.

Antara tahun 2018 dan 2020, impor gandum dari Rusia menyumbang hampir sepertiga dari total kebutuhan benua itu, sementara sekitar 12% berasal dari Ukraina. Laporan UNCTAD mengatakan, hingga 25 negara Afrika, terutama negara dengan ekonomi kurang berkembang, bergantung pada impor gandum dari Rusia dan Ukraina.

Laporan itu juga memperingatkan, kurangnya kapasitas cadangan pangan di Afrika membatasi kemungkinan untuk mengimbangi pasokan yang hilang, sementara melonjaknya harga pupuk akan menjadi beban tambahan bagi petani.

Diperlukan koridor pengiriman yang aman Organisasi Maritim Internasional PBB (IMO) telah menyerukan apa yang disebut koridor maritim, untuk memungkinkan kapal-kapal meninggalkan Laut Hitam tanpa risiko serangan atau menabrak ranjau.

"Aksi militer yang sedang berlangsung di Laut Hitam dan Laut Azov menghadirkan ancaman serius dan langsung terhadap keselamatan dan keamanan awak dan kapal yang beroperasi di wilayah tersebut," kata IMO dalam sebuah pernyataan yang dirilis awal pekan ini.

"Keseriusan situasi ini digarisbawahi oleh semakin banyak laporan dari sumber terbuka, tentang insiden keamanan yang melibatkan kapal barang," lanjut pernyataan itu. IMO saat ini berhubungan erat dengan semua pemangku kepentingan utama di kawasan itu, untuk "berkontribusi dalam upaya mengatasi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal" di kawasan Laut Hitam. (Ed: rap/as)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI