"Kondisi ini menunjukkan negara kalah dan didikte oleh situasi," ucapnya.
Padahal, kata dia, Indonesia adalah negara penghasil CPO dan minyak goreng terbesar di dunia. Jadi tidak ada masalah dengan produksi.
"Yang jadi masalah adalah meningkatnya permintaan dunia sehingga harga naik," paparnya.
Selain itu, para pengusaha lebih memilih menjual produksinya keluar negeri dengan harga lebih mahal daripada menjual ke dalam negeri dengan harga yang diatur pemerintah.
"Ini yang menjadi penyebab kelangkaan. Jadi bukan ditimbun ibu-ibu seperti pernyataan pejabat Kemendag yang asbun itu. Terbukti setelah batasan harga dihapus, minyak goreng berlimpah lagi,” kata Gobel.
Sebelum ada gejolak harga, minyak goreng kemasan di tingkat konsumen dijual di angka sekitar Rp 9 ribu per liter. Kini harga berkisar antara Rp 22 ribu hingga Rp 24 ribu per liter.
“Hampir tiga kali lipat kenaikannya. Ini keuntungan yang berlimpah dan berlebihan,” katanya.