Suara.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai janggal pertimbangan majelis hakim yang memvonis bebas dua polisi penembak Laskar FPI sangat janggal. Sebab, hakim menggunakan keterangan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella sebagai dasar memberikan putusan.
Demikian hal itu disampaikan Ketua YLBHI Muhammad Isnur dalam sambungan telepon usai sidang, Jumat (18/3/2022). Ia mempertanyakan standar kepolisian dalam melakukan penindakan.
"Pertama, pertimbangan hakim menurut saya sangat janggal karena pasal pembelaan itu, dia dalam keadaan yang menjadi korban. Dia dalam keadaan lama. Dia dalam posisi terbalik. Polisi ini kan dalam kondisi menguasai. Dalam penguasaan mereka (terdakwa)," kata Isnur.
"Menjadi sangat aneh gini kalau lihat pakai standar kepolisian. Apalagi, ada yang sudah ditembak dua sebelumnya di jalan. Pertanyaannya, kenapa keterangan terdakwa jadi keterangan yang sangat dipakai oleh hakim," sambungnya.
Baca Juga: Dua Polisi Penembak Laskar FPI Divonis Bebas, Kuasa Hukum: Mereka Sujud Syukur dan Terharu
Isnur melanjutkan, seharusnya temuan Komnas HAM menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini. Dia juga menanyakan soal pembelaan terpaksa yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim.
"Itu menjadi semacam bagi saya tidak beralasan cukup kuat untuk digunakan sebagai pertimbangan karena bertentangan dengan logika. Bagaimana orang sudah dikejar-kejar, ditembakin, dimasukin ke mobil itu tidak diborgol, dalam keadaan yang terintimidasi," beber Isnur.
Isnur melanjutkan, putusan bebas majelis hakim kepada Fikri dan Yusmin menjadi alasan untuk mendukung extra judicial killing. Sekalipun ada ancaman, polisi bisa menembak di kaki atau tangan dengan tujuan melumpuhkan.
"Ini menurut saya jadi alasan mendukung untuk extra judicial killing. Kalaupun mengancam, seperti apa peristiwanya, seperti apa sampai akhirnya menembak. Kan bisa ditembak kaki tangan untuk melumpuhkan," katanya.
Majelis hakim, dalam putusannya menyatakan, Briptu Fikri terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer.
Baca Juga: Tuntutan Dianggap Lemah, Jaksa Harus Banding Atas Vonis Bebas 2 Polisi Penembak Mati Laskar FPI
Meski demikian, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan dan pemaaf merujuk pleidoi kuasa hukum.
"Mengadili,menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin sebagai dakawan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melapaui batas, tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryanta.
Atas hal itu, majelis hakim memerintahkan untuk melepaskan kedua terdakwa dari segala tuntutan. Lalu, memerintahkan barang bukti dikembalikan penuntut umum.
"Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan, memulihkan hak-hak terdakwa. Menetapkan barang bukti seluruhnya dikembalikan ke penuntut umum," ujarnya.
Fikri dan Yusmin dinyatakan melanggar Pasal 338 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 ayat (3) KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, putusan terhadap Fikri dan Yusmin jauh lebih ringan ketimbang tuntutan enam tahun penjara yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan terhadap Fikri dan Yusmin dibacakan JPU pada sidang, Selasa (22/2/2022) lalu.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan yang ada. Atas hal itu, JPU meminta agar majelis hakim menghukum Fikri dengan hukuman enam tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana terhadap dengan pidana penjara selama enam tahun dengan perintah terdakwa segera ditahan," ucap JPU, Selasa lalu.
Meski tuntutan terhadap Fikri dan Yusmin sama, JPU menguraikan perbedaan hal yang memberatkan dan meringankan tuntuan keduanya.