Cina dan Perang di Ukraina: Terpaksa Jadi Penengah?

Jum'at, 18 Maret 2022 | 08:10 WIB
Cina dan Perang di Ukraina: Terpaksa Jadi Penengah?
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Padahal awal Februari Xi Jinping baru saja mendemonstrasikan kedekatannya dengan Vladimir Putin.

Baru-baru ini, Cina juga menyebut Rusia sebagai "mitra strategis terpenting”. Berbagai Kerjasama sudah direncanakan secara luas, mulai dari proyek luar angkasa sampai kerja sama dalam pengawasan internet.

Mencari peran yang tidak merugikan Sekarang, tekanan makin besar muncul di panggung diplomasi internasional agar Cina mau berperan menghentikan perang di Ukraina.

Namun Beijing khawatir, peran itu justru bisa menyedot makin banyak perhatian terhadap berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di negaranya sendiri.

Terutama ambisi Cina untuk menguasai Taiwan bisa dipermasalahkan. Beijing tidak mengecam invasi Rusia ke Ukraina, namun pada saat yang sama mengimbau semua pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan.

Cina tidak menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia, namun juga tidak memberikan bantuan ekonomi kepada Rusia.

Demikian juga dengan bantuan militer untuk Rusia, Beijing tidak akan memenuhinya. Namun untuk jalan selamat, mereka membantah bahwa ada permintaan semacam itu dari Rusia. Sebuah peribahasa Cina mengatakan: banyak ikan, banyak daging.

Maksudnya, sedapat mungkin orang harus mendapatkan dan menawarkan banyak hal dari dan kepada semua pihak.

Siapa yang menyajikan hidangan lengkap di atas meja, akan mendapat pujian dari tamunya.

Baca Juga: Tak Hanya Minyak Goreng, Menteri Airlangga Prediksi Harga Kedelai Terdampak Konflik Ukraina

Namun semakin lama perang di Ukraina berlangsung, makin sedikit yang bisa disajikan Xi Jinping kepada rakyatnya, dan ini bisa menghambat cita-citanya menjadi penguasa seumur hidup, baik dalam pemerintahan maupun dalam organisasi partai komunis.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI