Suara.com - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan umumnya, waktu penundaan Pemilu yakni dalam waktu bulanan, bukan tahunan.
Adapun penundaan Pemilu terjadi dikarenakan memiliki alasaan kemanusiaan seperti bencana alam. Terkecuali penundaan pemilu dalam waktu tahunan, karena adanya perang
"Kalau penundaan bulanan memang hitungannya memang karena alasan, kemanusiaan termasuk bencana alam, Covid, pandemi. Tapi hitungannya ukurannya bulan, tidak ada penundaan karena alasan darurat sampai tahunan kecuali perang," ujar Titi dalam diskusi publik bertajuk "Meninjau Pandangan Publik dan Analisis Big Data soal Penundaan Pemilu' yang diadakan Perkumpulan Survei Opini Politik Indonesia (Persepi), di kawasan Senayan, Kamis (17/3/2022)
Pernyataan Titi menyusul wacana penundaan Pemilu kembali muncul usai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim berdasarkan big data pemerintah, sebanyak 110 juta warga setuju Pemilu 2024 ditunda. Angka tersebut diklaim Luhut merupakan pengguna media sosial.
Titi menyebut, umumnya penundaan Pemilu hingga tahunan, bertujuan untuk menghindari pembatasan masa jabatan dan memperpanjang masa jabatan.
Baca Juga: Nah Loh! Jokowi Bisa 'Dipecat' PDIP Jika Turuti Keinginan Luhut Soal Penundaan Pemilu
"Kebanyakan penundaan pemilu yang sampai tahunan memang dimaksudkan untuk menghindari pembatasan masa jabatan dan memerpanjang masa jabatan. Ini tren globalnya," ucap dia.
Titi menjelaskan bahwa mulanya muncul narasi Jokowi tiga periode, lalu kemudian menjadi isu penundaan Pemilu.
Wacana soal penundaan Pemilu 2024 awalnya ketika itu disampaikan oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia pada 9 Januari 2022. Namun pada 24 Januari, pemerintah, DPR, KPU telah sepakat bahwa Pemilu serentak digelar 14 Februari 2024.
"Ketika itu 24 Januari 2022 DPR Pemerintah KPU sepakat pemilu 14 Februari 2024. Pada waktu itu optimistisme timbul ke kita bahwa kepastian pemilu 2024, karena sudah disepakati parpol di parlemen yang notabene sekarang juga bicara soal pemundaan. Mengejutkan Cak Imin bicara soal penundaan Pemilu," ucap dia
Selain itu, Titi memaparkan perbedaan terkait jabatan presiden tiga periode dengan penundaan Pemilu. Pertama, jabatan presiden tiga periode itu membutuhkan amandemen UUD 1945.
Baca Juga: Survei Indikator: 57,3 Persen Pemilih Jokowi Tidak Setuju Pemilu 2024 Ditunda
"Karena nggak mungkin tanpa amandemen, tapi dia harus juga kerja keras ikut pemilu. Karena yang menentukan itu hasil pemilu," kata dia.
Kemudian impresi dari jabatan presiden tiga periode kata Titi yakni mengejar kekuasaan. Sebab jabatan presiden dua periode, dianggap tidak cukup, sehingga harus mengikuti Pemilu kembali untuk periode ketiga.
"Jadi ada tindakan aktif, untuk bisa diperiode ketiga. Lalu daya jangkau insenitfnya manfaatnya lebih sempit karena insentif hanya untuk presiden," ungkap Titi.
Sementara terkait penundaan pemilu, Titi menyampaikan bahwa UUD 1945 harus tetap diamandemen.
"Amandemen tetap dilakukan tapi tidak kerja keras ikut pemilu, perpanjangan masa jabatan dilakukan," kata dia.
Selanjutnya kata Titi, impresi dari penundaan pemilu yakni mengedepankan kepentingan melalui stabilitas pemulihan ekonomi, dan merupakan artikukasi kehendak rakyat didukung konsensus kekuatan politik.
"Jadi ada tindakan pasif di sana. "Jadi yang mau itu orang yang diluar. kan saya nggak ikut pemilu tapi masyarakat menghendaki apalagi basis 110 juta big data", " kata dia
Kemudian daya jangkau insetifnya juga luas, karena tidak hanya pada presiden tetapi juga untuk anggota DPD, DPR DPRD provinsi kabupaten kota.