Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden 3 Periode: Tindakan Despotis dan Mengarah ke Pemerintahan Otoriter

Kamis, 17 Maret 2022 | 10:27 WIB
Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden 3 Periode: Tindakan Despotis dan Mengarah ke Pemerintahan Otoriter
Ilustrasi perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. (Suara.com/Ema Rohimah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Bintang Hidayanto menganggap perubahan konstitusi demi kekuasaan akan memberikan pandangan buruk. Bahkan, jika melakukannya suatu negara bisa dianggap menganut sistem pemerintahan otoriter

Menurut Bintang, seharusnya konstitusi negara tidak bisa diubah dengan mudah demi menjunjung tinggi supremasi hukum. Apalagi, jika tujuannya hanya demi melanggengkan kekuasaan.

"Perjalanan sejarah membuktikan bahwa perubahan konstitusi untuk tujuan pemusatan kekuasaan akan dipandang oleh dunia internasional sebagai tindakan despotis dan mengarahkan pemerintahan suatu negara pada otoritarianisme," ujar Bintang kepada wartawan, Kamis (17/3/2022).

Sebelum adanya wacana penundaan Pemilu, Bintang juga menyebut indeks demokrasi Indonesia sudah mengalami kemerosotan. Berdasarkan kajian tiga laporan utama The Economist Intelligence Unit (EIU) 2020, Indeks Demokrasi Indonesia cenderung menurun.

Baca Juga: Eks Komisioner KPU: Elite Mau Perpanjang Masa Jabatan Presiden Tanpa Mandat Rakyat, Itu Keliru Besar!

Bahkan, skor indeks demokrasi Indonesia mencapai 6,3 pada 2020, terendah dalam satu dekade terakhir. Kemudian menurut Indeks Demokrasi Indonesia 2019, dan Democracy Report 2021 menunjukkan pengurangan signifikan kebebasan sipil, pluralisme, dan fungsi pemerintahan.

Jika nantinya ditambah lagi terjadi perubahan konstitusi demi kekuasaan, maka dikhawatirkan indeks demokrasi Indonesia akan terus merosot. Padahal, kata Bintang, indeks demokrasi sangat penting bagi sebuah negara. Selain sebagai angka yang menggambarkan kehidupan demokrasi di sebuah wilayah, juga sangat berpengaruh terhadap diplomasi sebuah negara di dunia internasional.

"Tantangan bangsa Indonesia saat ini bagaimana caranya mewujudkan pemilu yang demokratis yang menjunjung tinggi rule of law. Apabila kita bisa, maka dunia akan semakin yakin dengan kita. Apabila kita menyerah, maka dunia juga akan menyerah mendukung kita,” tutur Bintang.

Karena itu, di kondisi saat ini, Indonesia disebutnya sangat membutuhkan investasi dalam negeri maupun asing. Kalangan investor butuh kepastian konstitusi lebih dibutuhkan dibandingkan dengan adanya paket kebijakan ekonomi yang belum dijamin konsistensi pelaksanaannya.

"Dengan merosotnya nilai-nilai demokrasi serta persepsi bahwa supremasi hukum tidak dijunjung tinggi suatu negara, maka tentunya akan menimbulkan efek negatif terhadap persepsi kemudahan berusaha dan berinvestasi di Indonesia," pungkasnya.

Baca Juga: Muncul Spanduk Luhut Capres 2026, Pengamat: Itu Sindiran untuk Luhut

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI