Suara.com - Suku asli Penajam Paser Utara - lokasi Ibu Kota Negara Nusantara - mengaku khawatir akan terusir dari tanah leluhurnya sendiri, di tengah kegiatan berkemah Presiden Jokowi dan para gubernur.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan sejumlah NGO memperingatkan potensi konflik yang kemungkinan melibatkan 16.800 orang dari 21 masyarakat adat di sekitar IKN Nusantara.
Seorang staf ahli dari Kantor Staf Presiden menjanjikan ibu kota yang berkelanjutan, dan memberi "perlindungan besar" kepada masyarakat adat, termasuk membuka ruang pada masyarakat untuk menyempurnakan ibu kota baru melalui peraturan presiden.
- Ibu kota baru: Pemerintah klaim dapat dukungan warga lokal, petani adat sebut ‘yang diundang hanya elite’
- Mengapa ada tuduhan 'konflik kepentingan' di balik penunjukan pimpinan Sinar Mas sebagai wakil kepala IKN?
- Tanpa Gubernur dan DPRD, Otorita di IKN Nusantara dikhawatirkan melahirkan 'kekuasaan yang sewenang-wenang'
Presiden Joko Widodo menuang air dan menabur tanah dalam sebuah gentong besar yang dibawakan oleh 34 gubernur dari masing-masing wilayah. Sebuah ritual yang ia sebut sebagai bentuk simbol "Persatuan yang kuat di antara kita dalam rangka membangun ibu kota Nusantara."
Baca Juga: Singgung Soal IKN dan Penundaan Pemilu 2024, AHY: Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja
"Kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, Polri, swasta dan seluruh masyarakat dalam mendukung pembangunan ibu kota negara ini, akan sangat membantu agar apa yang kita cita-cita kan ini segera terwujud," kata Presiden Jokowi di titik nol lokasi pembangunan IKN Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Senin (14/03).
Sekitar 10 kilometer dari sana, Dahlia Yati dari Suku Paser Balik - penduduk asli setempat - mengatakan kedatangan Presiden Jokowi "Bukan sesuatu yang mengejutkan dan bukan juga hal yang menggembirakan."
Kata Dahlia, saat ini patok-patok wilayah ibu kota sudah masuk perkampungan, menerobos tanah yang secara turun temurun mereka garap menjadi perkebunan.
"Lahannya orang tua, saudara. Sekitar empat hektar, ada banyak juga [lahan] saudara-saudara di sekelilingnya lahan-lahan itu," kata Dahlia, yang menambahkan lahan yang diperoleh turun temurun itu berstatus "segel tanah" atau penguasaan lahan berdasarkan surat bermaterai yang diketahui oleh apartur desa.
"Lahan-lahan kami jangan dirambahlah," kata Dahlia.
Kepala Suku Adat Paser Balik, Sabukdin memperkirakan di Kecamatan Sepaku - lokasi IKN Nusantara - terdapat sekitar 5000 - 6000 hektar lahan nenek moyang, yang belum mendapat sertifikat kepemilikan.
Lahan-lahan itu disebut Sabukdin sebagai satu-satunya "penopang hidup" karena "hutan kami habis, semua, mata pencarian ini habis."
Ia berharap sebelum pembangunan ibu kota negara benar-benar dimulai, urusan kepemilikan lahan tersebut diperjelas, dengan berharap pemerintah memberikan surat-surat kepemilikan tanah kepada masyarakat adat.
"Tanggung jawab kita hanyalah mempertahankan tempat tinggal kami. Tempat kami bercocok tanam. Jangan sampai anak cucu saya itu tidak punya tempat tinggal," kata Sabukdin, yang juga mengkhawatirkan jika itu tak diindahkan, "maka ini akan mengundang keributan."
Lusinan komunitas adat terancam terusir
Suku Paser Balik merupakan bagian dari 21 komunitas masyarakat yang telah diverifikasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Dari 21 komunitas masyarakat yang berada di kawasan IKN Nusantara ini, hanya "perwakilan 1-2 orang komunitas" yang dilibatkan dalam proses pembangunan karena "secara umum belum dilibatkan".
Deputi Sekretaris Jenderal AMAN, Erasmus Cahyadi mengatakan, 21 komunitas masyarakat melaporkan total 30.000 hektar lahan adat mereka tumpang tindih dengan izin konsesi perkebunan dan pertambangan, bahkan sebelum ada proyek IKN Nusantara.
"Tetapi, sebagian dari 30.000 [hektar] ini diprediksi, kalau kita lihat anggota AMAN yang 21 itu, sebagian itu masuk ke IKN," kata Erasmus.
Jumlah masyarakat adat yang terverifikasi oleh AMAN setidaknya dalam satu komunitas berjumlah 200 keluarga, sehingga bisa diperkirakaan persoalan lahan ini akan melibatkan paling sedikit 16.800 jiwa.
Pilihan yang paling mungkin dilakukan, kata Erasmus, pemerintah melibatkan masyarakat adat dengan menawarkan kontrak kerja sama, bukan membeli lahan mereka.
"Kalau ganti rugi, hak atas tanahnya itu akan beralih. Tetapi kita kerja sama, atau kontrak. Maka itu tidak beralih. Masyarakat adat juga diharapkan akan mendapatkan, benefit dari proses itu," kata Erasmus.
Potensi skala konflik
Sementara itu, Kepala Advokasi Kebijakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Roni Septian mengutarakan kekhawatirannya tentang konflik yang akan terjadi di IKN Nusantara, yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Intervensi tentara bersenjata itu tentu akan ditemukan di wilayah-wilayah karena mereka akan beralasan mengamankan proses pembangunan Pak Jokowi, sehingga konflik agraria itu mau tidak mau akan dihadapi olah rakyat-rakyat di Kalimantan Timur," kata Roni.
KPA mencatat selama 2021, terdapat 38 kasus konflik agraria yang berasal dari PSN. Jumlahnya meningkat 123% dari tahun sebelumnya yaitu 17 kasus.
Konflik agraria terkait PSN yang menjadi perhatian publik baru-baru ini adalah proyek pembangunan Bendungan Bener di wilayah Desa Wadas, Jawa Tengah. Dalam kasus ini lebih dari 60 warga sempat ditahan.
Roni Septian yang mewakili KPA serta AMAN, ELSAM, Walhi dan sejumlah LSM lain yang tergabung dalam Komite Nasional untuk Pembaruan Agraria "Menolak seluruh pembangunan IKN, dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menghentikan seluruh agenda pembangunan IKN demi kebaikan dan keselamatan masyarakat Indonesia."
Bukan kota biasa
Di sisi lain, Wandy Tuturoong, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden mengatakan konsep IKN Nusantara berbeda dari kota besar lainnya dengan apa yang ia sebut sebagai kota yang keberlanjutan "smart forest city".
"Justru konsep forest city ini kan melindungi masyarakat adat, ketimbang pembangunan kota megapolitan yang akan mendatangkan puluhan juta orang," katanya kepada BBC News Indonesia.
Pondasi dasar dari "smart forest city", kata Wandy diantaranya meliputi nol penebangan hutan, penjagaan keanekaragaman hayati, rendah karbon, serta konservasi budaya dan masyarakat adat.
- 'Hutan sudah dibabat perusahaan, kami tak mau tambah melarat karena ibu kota baru'
- Ribuan lubang tambang menganga di sekitar ibu kota baru: 'Cucu saya tewas di sana, saya harus tuntut siapa?'
"Artinya, dari total wilayah [IKN Nusantara] 265.000 hektar itu, ruang hijaunya kan 75% hutan," lanjut Wandy.
Landasan IKN Nusantara ini nantinya akan tertuang dalam Peraturan Presiden yang rencananya terbit 15 April mendatang. Perpres ini merupakan aturan turunan dari Undang Undang No. 3 tahun 2022 tentang IKN.
Wandy mengatakan, pihaknya masih terbuka untuk mendengarkan aspirasi dari pihak-pihak yang menolak pembangunan IKN Nusantara.
"Kan sekarang ada waktu untuk memberi masukan supaya perpresnya itu lebih sesuai lagi. Katakanlah, mereka berasumsi ada yang kurang dari perpresnya, mari kita sempurnakan perpresnya," katanya.
Ia juga menambahkan selama ini perwakilan masyarakat adat juga kerap diajak berdialog oleh pemerintah, meskipun sekelompok orang mengatakan 'yang diundang hanya elit'.
Bagaimanapun, di tengah persoalan ini, Dahlia Yati dari masyarakat adat Paser Balik tak pernah bisa tidur nyenyak.
"Di zaman sekarang saja kami sudah kesusahan mencari pekerjaan. Apalagi nanti, lebih susah lagi, bagaimana cara kami membiayai anak kami sekolah. Anak-anak saya mau seperti apa. Mau tinggal di mana," kata ibu dua anak ini.