Suara.com - Pemerintah Jakarta sedang menyiapkan sanksi untuk pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencemaran udara berupa debu batu bara di pemukiman sekitar Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara.
"Sanksi sedang disiapkan," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Asep Kuswanto kepada jurnalis, Senin (14/3/2022).
Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan tim Dinas Lingkungan Hidup sedang memeriksa pihak-pihak yang diduga bertanggungjawab pada pencemaran debu batu bara.
"Instansi terkait akan melakukan pengecekan atau pengawasan, evaluasi bahkan penindakan bagi siapa saja yang melanggar," ujar Riza.
Masyarakat sekitar Pelabuhan Marunda yang merasakan pencemaran udara diminta Riza untuk membuat laporan agar dapat ditindaklanjuti.
"Silakan warga Jakarta yang mempunyai keluhan, siapa saja nanti lapor ke instansi terkait," katanya.
Sejak 2018 dirasakan warga
Debu batu bara yang beterbangan ke kawasan tempat tinggal penduduk sekitar Pelabuhan Marunda sudah dirasakan sejak 2018.
Warga setempat sudah berulangkali menyampaikan keluhan. Tapi mereka belum merasakan solusi yang diberikan pemerintah setempat.
Baca Juga: Polusi Debu Batu Bara Rusak Paru-paru, Warga Marunda: Nanti Anak Kami Tak Bisa Daftar Polisi-PNS
Kemarin, sejumlah penghuni rumah susun Marunda demonstrasi di Jakarta Pusat untuk meminta perhatian otoritas terkait.
Setelah itu, mereka mengadu ke DPRD dan diterima anggota Fraksi PDI Perjuangan.
"Hasilnya, mereka itu menyampaikan kepada PDI Perjuangan agar memanggil pihak-pihak terkait sesuai dengan domain kamilah. Seperti Dinas Lingkungan Hidup, termasuk juga pemkot untuk menindaklanjuti itu," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan Jhonny Simanjuntak usai pertemuan.
Fraksi PDI Perjuangan berjanji menindaklanjuti aspirasi masyarakat untuk memanggil instansi terkait, tetapi tidak dijelaskan kapan pemanggilan dilakukan. Dalam waktu cepat ini," kata Jhonny.
Masyarakat menuntut penghentian pencemaran lingkungan dari debu batu bara.
Mereka juga menyebut sejumlah dampak pencemaran lingkungan, seperti mengganggu napas dan sakit kulit. Dalam pertemuan itu, mereka tidak menuntut ganti rugi atas dampak yang sudah dirasakan.
"Kami tanya mengapa Pemprov DKI Jakarta melakukan proses pembiaran. Paling nggak soal debu ini kan sudah kasat mata," kata Jhonny.
Warga khawatir
Perwakilan penghuni rumah susun Marunda Iswandi mengungkapkan kekhawatiran jika pencemaran lingkungan terus menerus dibiarkan.
Warga khawatir, terutama kepada anak-anak mereka, terkena infeksi saluran pernapasan akut sehingga bisa menghambat mendaftar jadi polisi atau PNS saat dewasa nanti.
"Kita mengkhawatirkan tentang ISPA yang kita tidak bisa lihat hari ini, mungkin lima tahun 10 tahun ketika anak-anak kami ingin masuk kepolisian, masuk PNS, TNI, tiba-tiba paru-parunya bolong," ujar Suwandi, kemarin.
Suwandi menyebut saat ini sebagian warga sudah merasakan dampak debu batubara, "menderita penyakit kulit, yang matanya sampai merah."
Debu batu bara, kata dia, juga mengotori sejumlah fasilitas umum, seperti Ruang Publik Terbuka Ramah Anak.
"Rusunnya punya 29 tower ada 29 ribu kepala keluarga yang ada di sana, karena apa debu batu bara dihisap, dihirup udara. Sedangkan anak-anak kami sekolahnya tidak jauh dari KCN yaitu sekitar satu kilometer," kata dia.
Sudah lapor, tapi tak ada solusi
Anggota DPRD Jhonny Simanjuntak kecewa keluhan warga atas dampak debu batu bara yang sudah disampaikan selama ini tidak mendapatkan solusi dari pihak terkait.
"Mereka sudah lapor ke lurah, camat, wali kota, Dinas Lingkungan Hidup, tapi tidak ada solusinya," ujar Jhonny.
"Jadi ini seolah-olah ada proses pembiaran terhadap kekuatan korporasi besar yang meniadakan faktor kesehatan warga."
Menurut dia seharusnya pemerintah setempat memiliki inisiatif untuk menindaklanjuti persoalan warga.
Pencemaran lingkungan, kata dia, tidak bisa dibiarkan dan diserahkan begitu saja kepada pemerintah pusat.
"Empat tahun mereka menghisap debu itu. sekolah, rumah ibadah dipenuhi oleh tebalnya debu itu. Seolah-olah ada pembiaran secara sistematis. Pemprov tidak punya sense of crisis," katanya.
Jhonny mendesak pihak-pihak yang bertanggungjawab pada pencemaran diberi sanksi tegas.
Gatal-gatal
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti mengatakan telah mendatangi kawasan sekitar rumah susun Marunda setelah mendapatkan informasi dari Jhonny Simanjuntak. Jhonny sendiri mengetahui masalahnya setelah mendapatkan keluhan dari warga dari daerah pemilihannya.
"Selain penyakit pernapasan yang kerap dialami warga, sekarang penyakit kulit yang membuat gatal di sekujur tubuh kerap dialami warga, bahkan anak-anak kerap terbangun di malam hari karena rasa gatal yang menyerang sekujur tubuh,” ujar Retno.
Retno bertemu langsung dengan salah seorang warga yang mengidap gatal-gatal di sekujur tubuhnya.
“Dengan mata berkaca-kaca dan suara serak, sang ayah menceritakan bahwa anak-anaknya menjadi tidak nyenyak tidur pada malam hari karena rasa gatal yang tidak tertahankan, bahkan sang anak pernah berkata sudah tidak kuat lagi,” kata Retno.
Retno menambahkan debu batu bara juga mengotori RPTRA rumah susun Marunda. Para petugas RPTRA harus sering menyapu lantai dan membersihan mainan anak-anak di halaman RPTRA.
“Kisah-kisah yang disampaikan warga menunjukkan bahwa pencemaran batu bara ini nyata dan sudah level membahayakan kesehatan warga Rusun Marunda. Apalagi derita anak-anak yang terdapak dari pencemaran ini. Pemerintah Provinsi harus segera bertindak untuk menyelamatkan anak-anak, kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi dasar tindakan cepat," kata Retno. [rangkuman laporan Suara.com]