Luhut Ditantang Buka Big Data yang Sebut 110 Juta Orang Ingin Pemilu 2024 Ditunda

Senin, 14 Maret 2022 | 14:07 WIB
Luhut Ditantang Buka Big Data yang Sebut 110 Juta Orang Ingin Pemilu 2024 Ditunda
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) dalam kunjungannya di lokasi rencana pembangunan pengolahan RDF di Desa Padangsambian Kaja, Kota Denpasar, Bali, Jumat (25/2/2022). [Foto : ANTARA/Ayu Khania Pranisitha]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ditantang untuk membuka big data yang ia sebutkan.

Pengamat Politik Adi Prayitno meminta agar Luhut membeberkan big data yang menyebutkan 110 juta publik ingin Pemilu 2024 ditunda.

Menurut Adi, klaim soal big data tersebut digunakan sebagai alat untuk mendukung penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.

"Baiknya dibuka itu big data yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan penundaan Pemilu," kata Adi, seperti dikutip dari wartaekonomi--jaringan Suara.com, Senin (14/3/2022).

Baca Juga: Soal Big Data, Fadli Zon Tantang Luhut Lakukan Hal Ini: Agar Tak Terkesan Sedang Menghalalkan Segala Cara

Adi menjelaskan, berdasarkan UUD 1945 masa jabatan presiden hanya dibatasi dua periode.

"Tidak ada di UU mengatur soal plt Presiden. Enggak ada cerita. Kalau habis masa jabatannya, dia harus mengikuti Pemilu kembali. Kalau itu dilakukan teman-teman elite, demokrasi akan wassalam," tandasnya.

Lebih lanjut, Adi menegaskan tidak ada istilah dalam UUD 1945 tentang Pemilu yang menyebutkan Plt Presiden dan Plt Wakil Presiden.

"Kalau Gubernur, Wali Kota masih ada. Tidak ada ceritanya misalnya Plt anggota Dewan DPD dan DPR, enggak ada cerita," bebernya.

Adi mengingatkan, setelah masa jabatannya habis, orang tersebut tetap harus mengikuti Pemilu kembali.

Baca Juga: Politikus Demokrat Pertanyakan Pernyataan Luhut Soal Big Data 110 Juta Warga Dukung Tunda Pemilu

"Tidak memperbolehkan dia memperpanjang dirinya selama dua tahun selama tiga tahun, mengangkat dirinya memperpanjang dirinya, dan mengeklaim atas nama rakayat," ungkapnya.

Iapun menyebutkan hasil survei yang dilakukan PPI pada Juni 2021.

Hasil survei tersebut mengungkapkan temuan bahwa mayoritas publik menolak perpanjangan masa jabatan presiden.

"69 persen menolak pada survei bulan Juni 2021. Kecenderungan survei di Persepi temuannya hampir sama, masyarakat menolak," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI