Suara.com - ISIS secara resmi membenarkan kematian Abu Ibrahim al-Quraishi dan menyepakati Abu Hasan al-Hashemi sebagai khalifah baru. Siapa sosok misterius yang selama ini lolos dari jangkauan radar intelijen barat itu?
Melalui kanal media sosialnya, Islamic State "membaiat Abu Hasan Hashemi al-Quraishi sebagai emir bagi semua kaum beriman dan kalifah bagi semua muslim,” tutur juru bicara ISIS, Abu Omar al-Muhajjir dalam sebuah pesan audio, kamis (10/3).
Pesan tersebut memastikan kabar kematian bekas pemimpin ISIS dan juru bicaranya. "Abu Ibrahim al-Qurashi dan Abu Hamza al-Qurashi, tewas dibunuh beberapa hari lalu,” kata Abu Omar.
Menurut klaim Amerika Serikat, al-Qurashi tewas ketika meledakkan diri untuk menghindari penangkapan saat tempat persembunyiannya di Atme, Idlib, diserbu tentara AS awal Februari silam.
Baca Juga: Akui Pemimpinnya Tewas Februari Lalu, Kelompok IS Umumkan Pemimpin Baru
Kematiannya dianggap sebagai pukulan besar bagi ISIS, setelah pembunuhan terhadap Abu Bakar al-Baghdadi yang tewas dalam serbuan AS, hanya sejauh 15 kilometer dari lokasi kematan al-Qurashi.
Menurut pesan audio ISIS, Abu Ibrahim sudah lebih dulu mengangkat Abu Hasan sebagai penggantinya sebelum meninggal dunia.
Pengangkatan itu juga sudah dikonfirmasikan oleh komandan-komandan senior ISIS, menurut Abu Omar.
Figur misterius
"Kita sama sekali tidak mengenal,” identitasnya, kata Tore Hamming, peneliti terorisme di Departemen Studi Perang di King's College, London, Inggris.
Baca Juga: Siapa Calon Pemimpin Baru Islamic State?
Adapun Colin Clarke, Direktur Riset di Soufan Group, menilai keputusan ISIS memilih "figur yang tidak dikenal menandakan daftar komandan yang cakap sudah banyak berkurang.”
Selama masa jayanya antara 2014-2019, Islamic State banyak menghimpun jihadis asing yang memperkuat jejaring di Irak dan Suriah.
Namun akibat gempuran koalisi AS, Irak dan Kurdi, banyak pemuka ISIS yang berguguran di medan perang.
Damien Ferre, Direktur Jihad Analytics, sebuah lembaga konsultasi keamanan, kelompok teror sebabnya membiasakan diri "memilih dini calon pengganti untuk mencegah destabilisasi organisasi,” kata dia.
Adapun Clarke meyakini "emir yang baru harus mampu menciptakan momentum yang baik bagi para jihadis.”
Berkembang di Afrika Hans-Jakob Schindler, Direktur Counter Extremism Project, menilai pemilihan Abu Hasan menyiratkan misi terbesar Islamic State, yakni "untuk bertahan hidup.”
"Baghdadi sebagai khalifah banyak tampil di muka publik, hasilnya di mati. Qurashi sebaliknya, tidak pernah tampil sama sekali, kecuali berkomunikasi dengan sekelompok kecil pembantunya, hasilnya pun dia mati,” kata Schindler.
Sebab itu Abu Hasan diyakini tidak akan terlibat dalam kegiatan operasional, dan fokus menjalin jaringan teror antarbenua.
Dia adalah "satu-satunya faktor yang menghubungkan Afrika Timur dengan Afrika Barat dan Asia Tenggara.” "Jika Anda adalah sebuah gerakan Islamis, Anda membutuhkan titik temu ini.”
IS kini tercatat menggeser Taliban sebagai organisasi teror paling mematikan di dunia. Meski kekuatan terbesar masih terpusat di Suriah dan Irak, jaring ISIS di Afganistan dan Afrika mampu membukukan sejumlah keberhasilan, antara lain serangan di Peshawar, Pakistan, baru-baru ini.
Menurut Indeks Terorisme Global 2021, Afrika kini menjadi medan baru bagi organisasi teror yang terdesak di Timur Tengah. Afrika Sub-Sahara misalnya mencatatkan 48 persen angka korban kematian akibat terorisme.
Adapun kawasan Sahel dianggap sebagai ladang pertumbuhan terorisme paling subur di dunia.
"Secara strategis, ISIS tidak buruk,” kata Schindler. "Afrika misalnya adalah contoh kesuksesan. Mereka kini punya provinsi baru,” imbuhnya. "Masalah terbesar adalah bahwa pemimpin mereka selalu tewas dibunuh. Tidak lama lagi, mereka bisa-bisa kehabisan khalifah untuk dibaiat.” rzn/yp (ap, rtr, afp)