Suara.com - Dunia tidak boleh melupakan mereka yang hidup dalam perang selama bertahun-tahun di Yaman, kata pejabat Palang Merah Internasional. Dia mendesak bantuan untuk Yaman dilanjutkan sekalipun perhatian mengarah ke Ukraina.
Katharina Ritz, kepala delegasi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Yaman, hari Jumat (11/4) mengatakan, dunia tidak boleh melupakan penderitaan mereka yang ada di Yaman, salah satu kawasan termiskin dunia yang dilanda perang.
Dia juga mengatakan, diskusi masih berlanjut tentang kemungkinan pertukaran tahanan antara pemberontak Houthi dan koalisi pimpinan Arab Saudi yang berperang di negara itu.
Namun, pertukaran besar belum terjadi dalam beberapa tahun karena perang meningkat di beberapa garis depan, termasuk di kota Marib yang kaya energi.
Baca Juga: Lima Staf PBB Diculik Di Yaman Saat Pulang Dari Tugas Lapangan
"Saya pikir, tugas kita adalah untuk menanggapi kebutuhan secara setara dan melakukan yang terbaik. Saya pikir ini bukan tentang Ukraina atau bukan. Sekarang ada Ukraina dan Yaman dan Suriah dan Irak dan Kongo dan sebagainya. ... Kita harus menambahkan Ukraina pada semua krisis, tapi kita seharusnya tidak berpaling."
Lebih 150 ribu orang sudah tewas dalam perang brutal
Kelompok Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota Yaman, Sanaa, pada September 2014.
Kemudian koalisi yang dipimpin Arab Saudi memasuki medan perang pada Maret 2015 untuk mendukung pemerintah Yaman mengusir kelompok teror ISIS yang bersembunyi di negara itu.
Sejak saat itu, Yaman telah menjadi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Baca Juga: Pulang dari Tugas Lapangan, Lima staf PBB Diculik di Yaman Selatan
Lebih dari 150.000 orang telah tewas dalam peperangan tersebut, menurut Proyek "Data, Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata".
Mereka termasuk pejuang dan warga sipil. Serangan udara Arab Saudi kembali menewaskan ratusan warga sipil dan menargetkan infrastruktur negara, ICRC.
Di pihak lain, kelompuk Houthi telah menggunakan tentara anak-anak dan tanpa pandang bulu meletakkan ranjau darat di seluruh negeri.
Krisis pangan diperparah oleh perang di Ukraina Sementara itu, Yaman yang terpecah belah itu juga menghadapi pandemi virus corona dan masih melihat banyak migran Afrika yang berharap untuk menyeberangi Yaman dan mencapai negara tetangga yang kaya minyak, Arab Saudi.
Yaman juga telah berada di ambang kelaparan selama bertahun-tahun, sebuah krisis yang kemungkinan besar akan diperburuk oleh perang di Ukraina.
Yaman mengimpor sekitar 40% gandumnya dari Rusia dan Ukraina. "Mekanisme penanganan di negara ini sangat terbatas, dan saya pikir, (bahan pangan) itu akan menjadi perjuangan besar," kata Katharina Ritz.
Palang Merah Internasional mengatakan tetap memiliki akses ke tahanan yang ditahan oleh milisi di Sanaa yang dikuasai Houthi dan di Aden yang dikuasai pemerintah Yaman.
Pada tahun 2020, pihak-pihak yang bertikai merekayasa pertukaran tahanan massal, tetapi belum ada langkah konkret setelah itu.
Sebuah perjanjian dari tahun 2018 di Stockholm sebenarnya sudah menyetujui pertukaran lebih dari 15.000 tahanan. hp/yp (ap)