Suara.com - Juru Bicara (Jubir) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan terkait klaim big data aspirasi masyarakat yang menginginkan penundaan pemilu 2024.
Melansir wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, menurutnya, klaim big data tersebut kian menguatkan tudingan selama ini yang mengatakan bahwa Luhut di balik isu penundaan pemilu 2024.
"Itu secara tidak langsung mengonfirmasi beliau adalah master mind isu penundaan pemilu," kata Kholid dilansir wartaekonomi.co.id, Sabtu (12/3).
Dirinya juga mempertanyakan big data yang dimaksud Luhut. Selain itu, sumber dan metodologinya juga dinilai tidak jelas. Sehingga, menurutnya, pernyataan big data tersebut hanyalah klaim sepihak Luhut.
"Jadi, klaim big data itu hanya cara pemerintah menjustifikasi penundaan pemilu saja," ujarnya.
Dia mengatakan, sebagai pemimpin seharusnya Luhut bersikap negarawan. Luhut diminta, memberikan masukan yang bijaksana kepada Presiden Jokowi.
"Jangan terlalu prematur dengan klaim big data yang tidak jelas sumber data dan metodologinya sudah dibuat menggiring opini publik untuk menunda pemilu. Ini sikap yang oportunis dan pragmatis," ucapnya.
Sebelumnya, Luhut menyebut, memilki big data aspirasi masyarakat di media sosial terkait pemilu 2024. Dirinya mengklaim, memiliki 110 juta big data dari berbagai media sosial.
"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut.
Baca Juga: Soroti Klaim Luhut soal Big Data, Politisi Demokrat Sebut-Sebut Kudeta Militer
Dari data itu, Luhut menjelaskan, bahwa masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang serta menginginkan agar kondisi ekonomi ditingkatkan. Selain itu, masyarakat juga ingin politik ke depan membuat suasana seperti pemilu 2019 lalu.
"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, ingin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.
Selain itu, kata Luhut rakyat juga mengkritisi dana pemilu 2024 yang besaran mencapai Rp 100 Triliun. Seharusnya aspirasi tersebut itu didengar oleh partai politik.
"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dengan pilkada, kan serentak, ya itu yang rakyat ngomong," ucapnya.
"Nah, ceruk ini kan ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, PDIP, ada di PKB, ada di Golkar, ada di mana-mana ceruk ini. Ya nanti kan dia akan lihat, mana yang mendengarkan suara kami, ya nanti dia akan lihat mana yang paling menguntungkan untuk suara kami," katanya menambahkan.