Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengaku jika masyarakat kini tidak lagi mau terpecah menjadi dua kelompok, seperti peristiwa konstelasi politik yang memanas saat Pilpres 2019, antara kelompok pendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin dan pendukung, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hal itu disampaikan Luhut terkait klaim soal pemilih yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda. Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden memang sedang ramai setelah digaungkan oleh beberapa elite partai politik.
Meski demikian, Luhut seperti dikutip dari Podcast Deddy Corbuzier, Minggu (13/3/2022), mengaku jika Presiden Joko Widodo masih mengikuti aturan yang diamanatkan konstitusi.
"Karena ini, kami kan punya big data ya. Saya ini lihat ya punya big data. Dari Big Data itu kira-kira meng-grab 110 juta. Macam-macam Facebook segala macam. Kadang orang-orang main Twitter. Twitter itu 10 juta lah," kata Luhut.
Baca Juga: Soal Isu Penundaan Pemilu, Jokowi Diminta Tiru SBY Tak Perpanjang Masa Jabatan
Menurutnya, kalangan masyarakat bawah menginginkan adanya ketenangan untuk bisa meningkatkan kemampuan ekonomi.
"Kalau menengah bawah ini, pokoknya pengin tenang. Pengin bicaranya ekonomi, Tidak mau kayak kemarin. Sakit gigi lah kita dengar kampret lah, cebong lah, kadrun lah, itu kan mendengar enggak bagus. Masa terus-terusan gitu. Sekarang lagi gini-gini katanya ngapain?" ucapnya.
Tak hanya itu, ia juga mengemukakan, jika dana untuk penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 100 triliun lebih, lantaran berbarengan dengan pemilihan presiden dan pilkada serentaka pada waktu yang bersamaan.
"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak" katanya.