Besuk Polisi Korban Pemukulan Massa Aksi Pemekaran Papua, KSP: Semoga Tidak Terulang

Minggu, 13 Maret 2022 | 03:50 WIB
Besuk Polisi Korban Pemukulan Massa Aksi Pemekaran Papua, KSP: Semoga Tidak Terulang
Dua tenaga ahli utama KSP, Ade Irfan Pulungan dan Theo Litaay membesuk Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Ferikson Tampubolon di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan di Jakarta Pusat, Sabtu (12/3). (Dok. KSP).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Ferikson Tampubolon yang menjadi korban pemukulan saat unjuk rasa penolakan pemekaran Daerah Otonomi Baru masih menjalani perawatan di rumah sakit. Kantor Staf Presiden/KSP turut memonitor kondisinya di RSUD Tarakan di Jakarta Pusat, Sabtu (12/3/2022).

Pada kesempatan ini, dua tenaga ahli utama KSP, Ade Irfan Pulungan dan Theo Litaay yang melakukan pengecekan tersebut.

Kasat Ferikson yang sempat jatuh tersungkur tak sadarkan diri setelah aksi pemukulan kini telah mendapatkan perawatan secara intensif. Korban juga mendapatkan pengobatan untuk mengurangi trauma bekas pukulan di bagian pipi dan kepala.

Dilaporkan oleh pihak rumah sakit, Ferikson masih merasakan kebas di beberapa bagian kepala dan akan terus diobservasi dalam tiga hari ke depan.

Baca Juga: KSP: Infomasi dari PUPR, Perbaikan Jalan Tol Trans Sumatera Selesai April 2022

“KSP meminta agar dalam penyampaian aspirasi bisa dilakukan tanpa menyerang petugas keamanan dan mengganggu ketertiban umum. Semoga kekerasan seperti ini tidak terulang kembali,” kata Theo Litaay.

Selain itu, Theo juga kembali menegaskan bahwa KSP mengecam tindakan anarkis yang dilakukan kepada aparat kepolisian. Bahwasanya kebebasan berpendapat tidak seharusnya disertai dengan perbuatan yang melawan hukum seperti penganiayaan, perusakan dan penyerangan.

Sementara itu, demo pada Jumat kemarin berakhir ricuh setelah aparat kepolisian mengimbau secara persuasif agar massa tidak berdemo di sekitar objek vital seperti kawasan Istana Kepresidenan. Hal itu tertuang dalam aturan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Aksi unjuk rasa itu diimbau agar tidak dilaksanakan bertepatan dengan ibadah salat Jumat, supaya tidak mengganggu ketertiban umum. Namun, sejumlah massa menolak imbauan ini sehingga kericuhan pun terjadi disertai dengan aksi kekerasan.

Baca Juga: Satu Mahasiswa Papua Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Kasat Intel Polres Metro Jakpus

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI