Suara.com - Saat ini, Indonesia dinilai masih belum memenuhi persyaratan untuk bisa memasuki fase dari pandemi ke endemi Covid-19 secara global.
Pernyataan tersebut disampaikan Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman seperti dikutip Antara.
“Kalau di Indonesia kriteria endemi belum terpenuhi. Masih dalam epidemi di skala Indonesianya,” katanya pada Sabtu (12/3/2022).
Kriteria endemi yang berlum dipenuhi tersebut meliputi beberapa hal, seperti adanya 30 provinsi di Indonesia yang masih memiliki angka rata-rata positivity rate di atas lima persen dengan reproduction number di atas 1.
Baca Juga: Ini Tahapan yang Harus Dilalui Indonesia Sebelum Masuk ke Fase Endemi Covid-19
Kemudian dari angka kematian akibat Covid-19, jumlahnya masih terus memperlihatkan tren kenaikan.
Hal tersebut merujuk pada data perkembangan Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Jumat (11/3/2022). Dar data itu tercatat angka kematian kembali bertambah sebanyak 290 jiwa dan menjadikan total kasus 151.703 jiwa.
“Walaupun mungkin nanti akan ada satu, dua, atau tiga provinsi yang sudah masukan endemi, tapi secara umum Indonesia belum. Kita masih dalam posisi epidemi atau pandemi kalau secara global,” ucap Dicky.
Lebih lanjut, ia mengemukakan, jika negara sudah bertekad memasuki fase endemi, ada sejumlah hal yang perlu dipersiapkan oleh pemerintah.
Beberapa hal tersebut seperti cakupan vaksinasi yang tinggi dan pelacakan kasus dan surveilans yang benar-benar diperkuat.
Baca Juga: Warga Diminta Tetap Terapkan Prokes Selama Masa Transisi ke Endemi
Kemudian protokol kesehatan, jaga jarak harus benar-benar dijaga, kualitas dan sirkulasi ventilasi udara di setiap ruangan baik rumah penduduk maupun ruang publik juga harus dipastikan berjalan lancar dan aman. Selain itu, ia mengemukakan hal penting yang perlu diperhatikan masalah pembiayaan pelayanan kesehatan.
Dicky mengemukakan, jika negara sudah memasuki endemi, artinya tes Covid-19 ataupun sejumlah obat yang semula diberikan secara gratis oleh pemerintah akan menjadi berbayar.
Ia juga mengemukakan, karena pemerintah yang paling memahami kondisi pandemi di dalam negara, maka harus bisa memutuskan pembiayaan nantinya menggunakan sistem pembayaran dari BPJS atau ada kebijakan dari pemerintah daerah dan sebagainya.
“Kalau statusnya berubah tidak kedaruratan lagi, berarti aspek dukungan dan peran pemerintah dalam mendukung itu tidak sebanyak sebelumnya. Yang gratis jadi banyak yang hilang, testing atau obat itu semua jadi yang akan harus disiapkan dalam masa transisi,” kata dia. (Antara)