Luhut Klaim Dari Big Data Banyak Rakyat yang Ingin Pemilu Ditunda, Demokrat: Keinginan yang Tidak Boleh Diikuti

Chandra Iswinarno Suara.Com
Sabtu, 12 Maret 2022 | 15:27 WIB
Luhut Klaim Dari Big Data Banyak Rakyat yang Ingin Pemilu Ditunda, Demokrat: Keinginan yang Tidak Boleh Diikuti
Menko Luhut Binsar Pandjaitan di podcast Deddy Corbuzier. [YouTube Deddy Corbuzier]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief angkat bicara merespons klaim yang disampaikan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan mengenai banyak warga mendukung Pemilu ditunda.

Klaim tersebut disampaikan Luhut dalam siniar atau podcast Deddy Corbuzier pada Jumat (11/3/2022). Luhut juga menyebut ada ceruk pemilih dari Partai Demokrat, Gerindra dan PDI Perjuangan yang mendukung penundaan Pemilu 2024.

"Dalam survei internal kami para pemilih demokrat menghendaki 2024 ada Pemilu. Jadi kita mempertanyakan survei versi Pak Luhut," kata Kepala Bapilu DPP Partai Demokrat Andi Arief seperti dikutip Wartaekonomi.co.id-jaringan Suara.com di Jakarta pada Sabtu (12/3).

Ia juga menyebut, jika data yang diklaim Luhut Panjaitan benar, wacana penundan Pemilu 2024 juga tidak boleh diikuti.

Baca Juga: Deklarator Kobar Dukung Jokowi 3 Periode, Sebut Masa Jabatan Ideal 15 Tahun: Harus Lanjut

Andi Arief mengemukakan hal tersebut, karena bertentangan dengan konstitusi atau UUD 1945 yang membatasi masa jabatan Presiden.

"Kalaupun benar ada survei berbeda versi Pak Luhut, menurut Partai Demokrat itu keinginan yang tidak boleh diikuti. Tetapi harus diedukasi dan diingatkan dalam proses sejarah," kata dia.

Andi Arief juga mengemukakan, terkait pembatasan masa jabatan, seharusnya mencontoh sikap Ketua Majelis Tinggi Partai sekaligus Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tegas mematuhi konstitusi. Meski tingkat kepuasan publik terhadap SBY saat itu masih sangat tinggi pada tahun 2013, atau tahun terakhir masa jabatan Presiden SBY, tingkat kepuasannya sekitar 70 persen lebih.

"Saat 20 Oktober meninggalkan Istana, kepuasan pada Pak SBY mencapai 72 persen. SBY dianggap berhasil dan mendapat apresiasi rakyat. Apakah saat itu ada keinginan rakyat perpanjang jabatan SBY? Menurut survei kami ada. Tapi tidak kami publikasi dan menjadi kapitalisasi untuk modal SBY mencalonkan 3 periode. Kami cegah, bahkan kami tutup semua diskusi terhadap isu mengancam demokrasi yang ingin memperpanjang jabatan SBY," katanya.

Sebelumnya dalam podcast yang disiarkan di channel YouTube Deddy Corbuzier, Luhut mengklaim berdasarkan big data banyak warga yang menginginkan penundaan pemilu 2024.

Baca Juga: Tak Setuju Jokowi Jabat Presiden 3 Periode, Tagar #JokowiSkakMat Trending di Twitter

"Karena ini, kita kan punya big data ya. Saya ini lihat ya punya big data. Dari Big Data itu kira-kira meng-grab 110 juta. Macam-macam Facebook segala macam. Kadang orang-orang main Twitter. Twitter itu 10 juta lah."

Menurutnya, kalangan masyarakat bawah mengingingkan adanya ketenangan untuk bisa meningkatkan kemampuan ekonomi.

"Kalau menengah bawah ini, pokoknya pengin tenang. Pengin bicaranya ekonomi, Tidak mau kayak kemarin. Sakit gigi lah kita dengar kampret lah cebong lah kadrun lah, itu kan mendengar nggak bagus. Masa terus-terusan gitu. Sekarang lagi gini-gini katanya ngapain?"

Tak hanya itu, ia juga mengemukakan, jika dana untuk penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 100 triliun lebih, lantaran berbarengan dengan pemilihan presiden dan pilkada serentaka pada waktu yang bersamaan.

"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak"

Lantaran itu, ia mengemukakan jika penundaan pemilu yang didapatnya dari pantauan big data, ada ceruk pemilih dari Partai Demokrat, Gerindra, PKB, Golkar yang ongin adanya penundaan pemilu.

"Ya itu rakyat ngomong. Nah, ceruk ini kan ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar, ada di mana-mana ceruk ini. Ya nanti kan dia akan lihat, mana yang mendengar suara kami"

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI