Rusia Jadi Negara Paling Banyak Mendapat Sanksi Setelah Invasi ke Ukraina

SiswantoABC Suara.Com
Jum'at, 11 Maret 2022 | 10:54 WIB
Rusia Jadi Negara Paling Banyak Mendapat Sanksi Setelah Invasi ke Ukraina
Presiden Vladimir Putin (Pixabay/DimitroSevastopol)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan Rusia menjadi negara yang paling banyak mendapatkan sanksi melebihi negara lain seperti Iran, Venezuela, Myanmar dan Kuba.

Menurut data yang dikumpulkan Castellum AI, Rusia sekarang menerima sekitar 5.000sanksi yang berdampak besar bagi perekonomian negara tersebut, dengan 2.778 sanksi baru mulai diterapkan sejak 22 Februari, hari di mana invasi ke Ukraina terjadi.

Sebagai perbandingan, diperlukan waktu 10 tahun bagi negara-negara Barat untuk menerapkan jumlah sanksi serupa terhadap Iran.

Menurut data, Rusia sekarang mendapatkan sanksi yang lebih banyak dari keseluruhan sanksi yang diterima olehIran, Venezuela, Myanmar danKuba.

Baca Juga: Invasi Rusia Mengganggu Akses Layanan Obat untuk Pengguna Narkoba di Ukraina

Negara kedua yang paling banyak mendapat sanksi adalah Iran degan 3.616 jenis sanksi, disusul Suriah 2.608, dan Korea Selatan dengan 2.077 larangan.

Negara-negara Barat sekarang menjatuhkan sanksi terhadap para oligarkRusia, utang yang dimiliki negara tersebut, bahkan terhadap Presiden Putin sendiri.

Juga hampir semua bank Rusia tidak lagi menjadi bagian dari sistem perbankan internasional SWIFT.

Australia, Uni Eropa, Swiss dan Kanada juga menerapkan sanksi tambahan dengan sasaran anggota parlemen Rusia, para oligark, perusahaan, dan bank menurutCastellum.AI.

Namun, Amerika Serikat sejauh ini belum menjatuhkan sanksi terhadap para anggota parlemen Rusia, dan hanya memfokuskan diri pada bank, para pengusaha dan keluarga Rusia yang dekat dengan Presiden Putin.

Baca Juga: Volkswagen dan Audi Stop Pasarkan Mobil Hybrid, Dampak Konflik Rusia-Ukraina

Sanksi yang diumumkan 26 Februari yang memutuskan jaringan pemerintah Rusia dengan dana cadangan yang disimpan di luar negeri dan pembatasan jaringan perbankan internasional lewat SWIFT, menyebabkan pemerintah Rusia kehilangan sekitar 50 persen cadangan mata uangnya.

Data yang ada menunjukkan bahwa 90 sanksi yang sudah diterapkan ditujukan terhadap para politisi, pejabat tinggi pemerintahan dan pengusaha kaya Rusia.Strategi ini diharapkan oleh pihak Barat akan memberi tekanan keuangan terhadap mereka yang dekat dengan Presiden Putin.

AS larang semua impor minyak Rusia

Amerika Serikat sudah mengambil langkah tambahan hari Selasa dan menerapkan larangan segera bagi impor minyak dari Rusia, yang menyebabkan semakin tingginya harga minyak dunia.

"Kami tidak menjadi bagian untuk mensubsidi perang yang dilancarkan oleh Putin," kata Presiden Joe Biden dengan menyebut tindakan mereka ini akan 'memberi pukulan berat; bagi kemampuan Rusia guna membiayai invasi ke Ukraina.

Rusia memperingatkan pihak Barat hari Rabu (09/03) bahwa negara tersebut akan membalas tindakan yang dirasakan di bagian-bagian penting dunia Barat.

"Reaksi Rusia akan cepat, dipikirkan dengan matang dan menyentuhkawasan yang sensitif," kataDmitry Birichevsky direktur kerja sama ekonomi Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip kantor berita RIA.

Dr Wolodymyr Motyka seorang pensiunan akademisi dariUniversity of Newcastle kepada ABC mengatakan bahwa sanksi yang diterapkan pihak Barat sekarang mulai memengaruhi perekonomian Rusia.

Lembaga pemberi peringkat kredit Moody sekarang menurunkan tingkat kredit Rusia menjadi Ca, hari Minggu, yaitu tingkat kedua terendah.

Moody mengatakan keputusan menurunkan tingkat kredit Rusia 'didasarkan pada kekhawatiran serius atas kemauan dan kemampuan Rusiamembayar utang mereka."

Dr Motyka mengatakan Rusia bisa tidak bisa membayar utang mereka dalam beberapa pekan mendatang, dan bila terjadi, peringkat kredit mereka bisa turun lagi.

"Sebuah negara berdaulat yang tidak membayar utang berarti tidak akan lagi dipercaya oleh dunia internasional, karena investasi yang ditanam di sana besar kemungkinan tidak akan bisa ditarik kembali," kataDr Motyka.

"

"Ketika sebuah negara dikenal sebagai pengemplang utang, pada dasarnya berarti ekonomi mereka lumpuh.. dan persoalan yang mereka hadapi semakin banyak."

"

Bisnis menghentikan operasi di Rusia

Banyak perusahaan internasional juga mengumumkan mereka menghentikan operasi di Rusia.

Sebuah daftar yang dikumpulkan oleh Sekolah Manajemen Yale University di Amerika Serikat menunjukkan adanya sekitar 300 perusahaan yang menarik diri dari Rusia.

Ini termasuk maskapai penerbangan, merek terkenal, perusahaan pembuat mobil ternama, perusahaan teknologi besar, juga Mastercard dan Visa.

Hari Selasa (08/03),McDonald's, Starbucks, Coca-Cola, PepsiCo danGeneral Electric mengumumkan mereka untuk sementara menghentikan kegiatan bisnis di Rusia, sebagai reaksi atas invasi yang dilakukan ke Ukraina.

"Nilai yang kami usung tidak bisa mengesampingkan tragedi kemanusiaan yang tidak perluyang terjadi di Ukraina," kata Presiden dan CEO McDonald'sChris Kempczinski dalam surat terbuka kepada karyawan mereka.

Perusahaan pembuat makanan cepat saji tersebut mengatakan akan menutup sementara 850 toko di sana namun tetap membayar upah 62 ribu karyawan yang "sudah bekerja keras membesarkan nama McDonald's".

Namun, menurut Yale University, beberapa perusahaan dan jaringan hotel besar masih tetap beroperasi di sana.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dariABC News.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI