Suara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai potongan lima tahun penjara terdakwa korupsi eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo dalam putusan majelis hakim di tingkat kasasi disebut tidak masuk akal. Sebelumnya, Edhy di vonis sembilan tahun penjara.
"Alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana melalui keterangannya, Kamis (10/3/2022).
Apalagi, kata Kurnia, alasan MA menilai bahwa putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya tidak mempertimbangkan aspek selama Edhy menjabat sebagai menteri yang telah bekerja memberikan harapan kepada masyarakat. Menurut, ICW pertimbangan tersebut sangat aneh.
"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi," ucap Kurnia.
"Ia (Edhy) memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum," imbuhnya.
Maka itu, Edhy ditangkap KPK dan terbukti bersalah dihadapan persidangan. Dengan sejumlah pemidanaan, mulai dari penjara, denda, uang pengganti, dan pencabutan hak politik.
Lebih lanjut, Kurnia menyebut hakim tingkat kasasi seolah mengabaikan ketentuan pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan.
"Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi. Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang dilakukan, Edhy juga melanggar sumpah jabatannya sendiri," ucap Kurnia.
Maka itu, Kurnia khawatir dengan pemotongan hukuman yang diberikan MA kepada Edhy Prabowo malah menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.
Baca Juga: Mahkamah Agung Diskon Hukuman Edhy Prabowo, Jubir PSI: Jadi Preseden Buruk, Mengada-ada!
"Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," imbuhnya.
Diskon Hukuman
Sebelumnya, MA menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dalam sidang putusan kasasi terdakwa Edhy Prabowo yang dijerat dalam kasus suap izin ekspor benih lobster.
Selain itu, hakim dalam putusannya mencabut hak politik Edhy selama dua tahun terhitung sejak Edhy selesai menjalani masa pidana pokok.
Sidang putusan di tingkat kasasi terdakwa Edhy ini, dipimpin oleh ketua majelis Sofyan Sitompul dengan hakim anggota masing-masing Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani yang diketok palu pada Senin (7/3/2022).
Hakim menilai bahwa dalam putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak sama sekali mempertimbangkan terdakwa Edhy sudah bekerja baik selama menjabat menteri KKP.
Menurut hakim kasasi bahwa Edhy memberi harapan kepada masyarakat khususnya nelayan.
Terdakwa Edhy ketika menjabat Menteri KKP mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat.
"Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. 12/PERMEN-KP/2020 tersebut eksportir disyaratkan untuk memperoleh Benih Bening Lobster dari nelayan kecil penangkap BBL sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil," imbuhnya
Dalam putusan sebelumnya, Edhy Prabowo dijatuhi hukuman 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 21 Oktober 2021.