Suara.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan temuannya terkait kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin (TRP).
Dalam temuannya, LPSK menyebut pengelolaan kerangkeng manusia tersebut diduga turut dibantu anak dan keluarga Terbit Rencana. Kerangkeng manusia itu juga disebut memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Apa yang diduga dilakukan TRP dibantu anggota keluarga (anak TRP), oknum anggota ormas dan beberapa oknum TNI dan Polri itu sudah cukup memenuhi unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta pada Kamis (9/3/2022).
Edwin menyebut, mereka yang dikurung dipaksa untuk bekerja di perkebunan sawit dan peternakan milik Terbit Perencana.
Baca Juga: Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, LPSK: Ada 5 Oknum TNI yang Terlibat
Menurut LPSK unsur TPPO memenuhi untuk diterapkan kepada TRP dan pelaku lainnya, mulai dari proses, cara, eksploitasi.
Modusnya, para keluarga yang sudah bersedia menyerahkan pecandu untuk 'dibina' di kerangkeng dan bahkan dapat dijemput paksa oleh para pembina.
Pola lainnya, keluarga membawa sendiri pecandu ke kerangkeng untuk diserahkan kepada pembina. Kemudian kerangkeng menjadi tempat tinggal para pecandu.
“Ini menggambarkan proses bagaimana TRP dan para pelaku lainnya merekrut orang untuk kemudian diperkerjakan,” ujar Edwin.
Unsur lainnya, kata Edwin terlihat dari dalih Terbit Rencana menggunakan rehabilitasi gratis bagi pecandu narkoba untuk menarik minat keluarga yang memiliki sanak keluarga pecandu narkotika.
Baca Juga: LPSK: Ada Keterlibatan 5 Oknum TNI dalam Kasus Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat
Padahal di sana, mereka diduga mengalami penyiksaan dan pengancaman jika tidak menaati peraturan
“Pada korban tidak lagi memiliki kebebasan sejak berada dalam kerangkeng,” ungkap Edwin.
Lewat jabatanya sebagai Bupati Langkat memanfaatkan posisi relasi kuasa dalam hubungan dengan masyarakat dalam melegitimasi keberadaan kerangkeng sebagai tempat rehabilitasi.
“Padahal, dia tidak memiliki izin menyelenggarakan fasilitas tersebut,” ujar Edwin.
Kasus kerangkeng manusia milik Terbit, terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penangkapan terhadapnya terkait kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa pada tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kekinian dia pun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap.
Sebelumnya, Komnas HAM telah berkoordinasi dengan KPK terkait dengan rencana permintaan keterangan terhadap Terbit. KPK pun memfasilitasi kegiatan tersebut.