Pimpinan Muhammadiyah Abdul Mu'ti Singgung soal Pemimpin Narsis, Suka Typo, hingga Kleptokrasi

Rabu, 09 Maret 2022 | 12:41 WIB
Pimpinan Muhammadiyah Abdul Mu'ti Singgung soal Pemimpin Narsis, Suka Typo, hingga Kleptokrasi
Abdul Mu'ti. (Twitter).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, menyebut bahwa kekinian telah terlihat adanya gejala-gejala yang membuat demokrasi di Tanah Air semakin menurun. Abdul menyinggung soal adanya timokrasi yang muncul, di mana pemimpin kekinian suka akan pujian karena keberhasilannya. 

"Akhir-akhir ini muncul gejala yang jarang kita kenal tapi sudah ada di pemerintahan, ada timokrasi. Timokrasi itu adalah negara yang para pemimpinnya itu suka dipuji-puji, paling suka disanjung-sanjung, pemimpin yang narsis, narsis menyebut-nyebut keberhasilannya sendiri," kata Abdul dalam diskusi daring dengan tajuk 'Telaah Kritis Usul Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden', Rabu (9/3/2022). 

Menurut Abdul, kekinian justru pemimpin lebih banyak suka dengan typo-typo, yakni pemimpin tersebut mengatakan sesuatu tapi kemudian diralat. 

"Yang sekarang ini terjadi adalah gejala tipokrasi, typo itu kalau kita nulis salah-salah itu, jadi suatu pemerintahan di mana pemimpinnya suka typo-typo aja, tipu-tipu, yang kemudian diralat, saya maunya begini kok kemudian diralat," ungkapnya. 

Baca Juga: Puji Muhammadiyah soal Sikap Terhadap Penundaan Pemilu, Rizal Ramli: Paham dan Setia Terhadap Konstitusi

Abdul mengatakan, dirinya juga melihat kekinian muncul plutokrasi seperti yang terjadi pada masa orde baru. 

"Sekarang istilah-istilah lain mulai mengemuka, misalnya di akhir Orde Baru itu mengemuka Plutokrasi di mana kelompok elite yang sangat berkuasa itu adalah mereka yang memiliki finansial yang luar biasa dan kita mengalami masa-masa itu. Tapi sepertinya plutokrasi itu masih juga terjadi," tuturnya. 

Tak hanya itu, Abdul juga menyinggung masih terjadinya kleptokrasi, di mana korupsi itu merajalela bahkan sampai bisa dianggap menjadi budaya. Pasalnya, ia melihat hingga kekinian tindak pidana korupsi kian hari tidak menurun. 

"Ini kan kita melihat korupsi di Indonesia tidak mengalami penurunan yang signifikan sebagai bagian dari ciri sebuah negara yang demokrasinya bagus," ujarnya. 

Lebih lanjut, Abdul menyampaikan, cita-cita Indonesia memiliki pemerintahan yang bersih atau clean goverment nampaknya belum terwujud. 

Baca Juga: Pendeta Khotbah Soal Muhammadiyah, Abe Mukti Unggah Videonya: Menyejukkan

"Karena teorinya jika demokrasi disertai dengan nilai akan terjadi meritokrasi kemudian ada tentu saja ada faktor-faktor kita memiliki clean goverment dan quick qoverment, ternyata kan itu belum menjadi realitas di negara kita," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI