Suara.com - Jenazah Syahril Nurdiansyah (22), satu dari delapan korban tewas akibat penyerangan Tentara Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Beoga, Puncak, Papua sedang dipulangkan ke Jakarta. Pihak keluarga pun berharap agar jenazah Syahril segera tiba agar bisa dimakamkan dengan segera.
Demikian hal itu disampaikan Sandi (40) kakak tertua almarhum Syahril saat dijumpai di rumah duka di kawasan Mangga Dua, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Selasa (8/3/2022). Rencananya, Syahril akan dimakamkan di kawasan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Saya berharap jenazah adik saya tiba di Jakarta. Dari Jakarta ke rumah duka dulu, rumah orang tua saya. Baru kami ke pemakaman di Bojong Gede," kata Sandi.
Sandi kekinian mengaku lebih merasa lega usai mendapat kabar bahwa jenazah adiknya telah dievakuasi dari lokasi kejadian. Hal itu berbeda ketika pertama kali mendapat kabar duka ihwal kematian Syahril.
"Tapi sekarang sudah ada titik terang karena sudah dievakuasi dan diurus kepulangannya. Saya lebih tenang sebelum ada evakuasi. Namanya kami umat muslim, ketika ada yang meninggal berharap secepatnya dipulangkan agar bisa dimakamkan. Kasihan sudah terlalu lama," jelasnya.
Hal senada juga diungkapkan Sawaludin (62), ayah dari Syahril. Dia berharap agar jenazah anaknya segera sampai di Jakarta agar segenap keluarga di Jakarta menjadi tenang.
"Yang penting jenazah dia (Syahril) cepat dibawa ke Jakarta biar segera dimakamkan. Biar keluarga tenang juga," papar Sawaludin.
Pamit ke Papua
Almarhum Syahril sudah hampir empat bulan bekerja di Papua. Sawaludin masih ingat betul peristiwa ketika sang anak meminta izin untuk berangkat ke sana.
Baca Juga: Tewas di Tangan OPM, Perjumpaan Terakhir Syahril ke Ayahnya, Mendadak Minta Disiapkan Tas dan Baju
"Dia izin mau kerja di Papua saat itu. Tapi saya larang," sambungnya. "Jangan, di sana (Papua) bahaya, di sana kan daerah konflik," ucap Sawaludin menirukan percakapan saat itu.
Hematnya, Syahril urung berangkat ke Papua dan melanjutkan pekerjaannya sebagai kurir makanan di salah satu platform belanja. Saat itu, almarhum Syahril masih menuruti nasihat sang ayah dan tetap berada di Jakarta hampir satu bulan.
Suatu malam, sepulang bekerja dan tiba di rumah, Syahril mendekat ke arah Sawaludin. Kepada Sawaludin, Syahril kembali meminta restu agar bisa berangkat ke Papua untuk bekerja.
"Pak, tolong ambilin tas dan baju," ucap Syahril saat itu.
"Mau jalan-jalan ke mana," balas sang ayah.
"Saya mau ke Papua," beber Syahril.
"Lu pikir dua kali coba, itu kan daerah konflik. Udah kerja di sini saja," balas Sawaludin.
"Sudah dibelikan tiket," kata Syahril menutup perbincangan malam itu.
Demikian percakapan yang masih segar dalam ingatan Sawaludin. Usai peristiwa itu, Syahril langsung bergegas ke Depok, Jawa Barat untuk memberi tahu soal keberangkatannya ke Papua pada sang istri.
Beberapa hari kemudian, ponsel genggam yang ada di rumah Sawaludin berdering. Sebuah panggilan mewartakan kalau Syahril sudah berada di Papua.
"Pak, saya sudah sampai Papua. Saya sudah kerja di bagian lapangan, tapi di bawah," kata Syahril.
Sawaludin berpesan, "Ya sudah, hati-hati."
Syahril juga mengirim sejumlah foto. Pada gambar yang diterima saat itu, Sawaludin melihat alat-alat material di tempat sang anak bekerja.
Berbulan-bulan kemudian, tepat di tanggal 3 Maret 2022, sejumlah media massa melaporkan berita penyerangan di Beoga, Puncak, Papua. Delapan orang dilaporkan tewas.
Pantauan di rumah duka, karangan bunga dari Palapa Timur Telematika terpampang di pinggir jalan. Para pelayat --sanak saudara hingga tetangga -- silih berganti berdatangan.
Sawaludin dan keluarga hingga kekinian juga masih menunggu kepulangan jenazah Syahril. Nisan berbahan dasar kayu berwarna putih dengan nama Syahril Bin Sawaludin juga sudah disiapkan oleh pihak keluarga.
Penyerangan terhadap karyawan PT PTT ini sebelumnya terjadi pada Rabu (2/3/2022) lalu. Dalam peristiwa ini delapan karyawan meninggal dunia dan satu selamat atas nama Nelson Sarira.
Delapan korban meninggal dunia itu ialah tiga karyawan PTT, yaitu Billy Garibaldi, Renal Tegasye Tentua, dan Bona Simanulang; seorang warga yang menjadi pemandu Gogon atau Bebi Tabuni; serta empat karyawan kontraktor yakni Jamaluddin, Syahril Nurdiansyah, Ibo, serta Eko Septiansyah.