Suara.com - Sawaludin (62), mengaku sempat melarang Syahril Nurdiansyah (22) untuk bekerja di Papua lantaran dianggap daerah konflik karena masih terjadi kontak tembak antara kelompok separatis dan aparat TNI-Polri. Larangan itu diucapkan oleh Sawaludin sebelum anaknya tewas.
Syahril diketahui merupakan warga Jakarta yang ikut tewas dalam penyerangan yang dilakukan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di Beoga, Puncak, Papua, Rabu lalu (2/3/2022).
Sebelum bercerita panjang lebar tentang Syahril, Sawaludin mengaku jika tak mengetahui kabar pasti soal nama dan tempat kerja anak bungsunya di Papua.
"Sudah tiga bulan kurang lebih lah. Saya juga kurang tahu ya sebagai apa, mungkin ya dia (almarhum) bikin tower-tower itu saja," katanya Sawaludin saat ditemui di rumah duka, di Mangga Dua, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat. Selasa (8/3/2022).
Baca Juga: Dibunuh Kelompok OPM, Begini Proses Evakuasi 8 Jenazah Karyawan Palapa Timur Telematika di Papua
Lelaki paruh baya itu mengaku sempat tak memberikan izin saat anaknya mau bekerja di Papua. Alasan Sawaludin melarang karena berbahaya buat keselamatan putranya itu.
"Dia izin mau kerja di Papua saat itu. Tapi saya larang," sambungnya. "Jangan, di sana (Papua) bahaya, di sana kan daerah konflik," ucap Sawaludin menirukan percakapan saat itu.
Hematnya, Syahril urung berangkat ke Papua dan melanjutkan pekerjaannya sebagai kurir makanan di salah satu platform belanja.
Kala itu, almarhum Syahril masih menuruti nasihat sang ayah dan tetap berada di Jakarta hampir satu bulan.
Ngotot Pergi ke Papua
Baca Juga: Delapan Jenazah Korban Penembakan OPM Dievakuasi dari Kabupaten Puncak
Suatu malam, sepulang bekerja dan tiba di rumah, Syahril mendekat ke arah Sawaludin.
Kepada Sawaludin, Syahril kembali meminta restu agar bisa berangkat ke Papua untuk bekerja.
"Pak, tolong ambilin tas dan baju," ucap Syahril saat itu.
"Mau jalan-jalan ke mana?" balas sang ayah.
"Saya mau ke Papua," beber Syahril.
"Lu pikir dua kali coba, itu kan daerah konflik. Udah kerja di sini saja," balas Sawaludin.
"Sudah dibelikan tiket," kata Syahril menutup perbincangan malam itu.
Demikian percakapan yang masih segar dalam ingatan Sawaludin. Usai peristiwa itu, Syahril langsung bergegas ke Depok, Jawa Barat untuk memberi tahu soal keberangkatannya ke Papua pada sang istri.
Beberapa hari kemudian, ponsel genggam yang ada di rumah Sawaludin berdering. Sebuah panggilan mewartakan kalau Syahril sudah berada di Papua.
"Pak, saya sudah sampai Papua. Saya sudah kerja di bagian lapangan, tapi di bawah" kata Syahril.
Sawaludin berpesan, "Ya sudah, hati-hati."
Syahril juga mengirim sejumlah foto. Pada gambar yang diterima saat itu, Sawaludin melihat alat-alat material di tempat sang anak bekerja.
Berbulan-bulan kemudian, tepat di tanggal 3 Maret 2022, sejumlah media massa melaporkan berita penyerangan di Beoga, Puncak, Papua. Delapan orang dilaporkan tewas.
Berita itu sekaligus menjadi kabar duka bagi Sawaludin sekeluarga. Anaknya yang bekerja di Papua menjadi satu dari delapan korban meninggal.
Pantauan di rumah duka, karangan bunga dari Palapa Timur Telematika terpampang di pinggir jalan. Para pelayat --sanak saudara hingga tetangga -- silih berganti berdatangan.
Sawaludin dan keluarga hingga kekinian juga masih menunggu kepulangan jenazah Syahril. Nisan berbahan dasar kayu berwarna putih dengan nama Syahril Bin Sawaludin juga sudah disiapkan oleh pihak keluarga.
TNI Angkatan Darat mengevakuasi delapan jenazah dari lokasi kejadian di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, Senin (7/3/2022) kemarin. Delapan jenazah tersebut dibawa ke Kabupaten Mimika.
Menurut keterangan pers dari Dispenad, sebelum diterbangkan ke Kabupaten Mimika, delapan jenazah dibawa dengan menggunakan pesawat Helly Bell-412EP/HA-5177 dengan pilot Lettu Cpn Hadi Prayitno bersama 4 personel Puspenerbad lainnya.
Rute penerbangan diawali dari rute Bandara Bilorai Kabupaten Intan Jaya- Distrik Beoga Kabupaten Puncak - Bandara Bilorai Kabupaten Intan Jaya, hingga ke 8 Jenazah tersebut dibawa ke Kabupaten Mimika menggunakan pesawat Rimbun Air PK – OTJ.
Penyerangan terhadap karyawan PT PTT ini sebelumnya terjadi pada Rabu (2/3/2022) lalu. Dalam peristiwa ini delapan karyawan meninggal dunia dan satu selamat atas nama Nelson Sarira.
Delapan korban meninggal dunia itu ialah tiga karyawan PTT, yaitu Billy Garibaldi, Renal Tegasye Tentua, dan Bona Simanulang; seorang warga yang menjadi pemandu Gogon atau Bebi Tabuni; serta empat karyawan kontraktor yakni Jamaluddin, Syahril Nurdiansyah, Ibo, serta Eko Septiansyah.