Suara.com - Koridor ini sejatinya merupakan jeda dalam perang untuk mencegah bencana kemanusiaan. Dalam waktu terbatas warga sipil bisa dievakuasi atau disuplai kebutuhannya. Tapi koridor juga bisa disalahgunakan.
Tujuan utama pembentukan koridor kemanusiaan adalah penyelamatan warga sipil. Perserikatan Bangsa-Bangsa memandang koridor kemanusiaan sebagai salah satu dari sejumlah kemungkinan, untuk menghentikan sementara konflik bersenjata.
Biasanya terbatas dalam lokasi tertentu dan tempo tertentu pula. Zona demiliterisasi disepakati oleh kedua pihak yang terlibat perang.
Koridor kemanusiaan bisa digunakan untuk memasok makanan, obat-obatan, bantuan medis atau juga mengevakuasi arga sipil dari kawasan pertempuran.
Baca Juga: Aktor Pasha Lee Tewas saat Bela Ukraina dari Serangan Rusia
Sejarah koridor kemanusiaan diterapkan sejak pertengahan abad ke 20.
Salah satu contoh paling terkenal adalah transportasi anak-anak Yahudi dari kawasan yang dikuasai Nazi Jerman pada tahun 1938 hingga 1939, dan dievakuasi menuju Inggris.
Atau saat pengepungan kota Sarajevo di Bosnia dari tahun 1992 hingga 1995. Atau juga evakuasi warga kota Ghouta di Suriah pada 2018 menggunakan koridor kemanusiaan ini.
Ada juga kasus yang sangat jarang, dimana koridor kemanusiaan justru digagas oleh kedua pihak yang terlibat perang.
Misalnya jembatan udara oleh Amerika Serikat saat blokade kota Berlin oleh Uni Sovyet tahun 1948 hingga 1949.
Namun tidak selalu pembentukan koridor kemanusiaan ini berlangsung mulus. Misalnya dalam konflik bersenjata di Yaman, hingga saat ini PBB mengalami kegagalan memediasi kedua pihak yang terlibat perang, untuk menerapkan gencatan senjata sementara dan membentuk koridor.
Rawan disalagunakan
Jika dalam perang sebuah kota atau wilayah dikepung dalam waktu panjang, dan warga sipil terpusus suplai kebutuhan pokoknya, seperti makanan, air bersih, obat-obatan atau aliran listrik.
Atau juga jika terjadi pelanggaran hukum perang, dimana para pihak yang terlibat konflik bersenjata membom atau menyerang instalasi warga sipil. Dalam kondisi seperti inilah koridor dibentuk.
Dalam kebanyakan kasus, koridor kemanusiaan ini dimediasi oleh PBB. Tapi ada juga yang berdasarkan inisiatif lokal atau prakarsa organisasi bantuan kemanusiaan.
Pembentukan koridor harus disepakti oleh kedua belah pihak yang terlibat perang.
Siapa yang mendapat akses masuk juga harus disepakati bersama. Biasanya akses dibatasi untuk aktor yang netral.
Misalnya pengamat PBB, organisasi bantuan independen seperti Palang Merah serta untuk melakukan pelaporan jika terjadi kejahatan perang.
Namun tentu saja juga ada sisi negarifnya, dari koridor semacam ini. Yakni bisa disalahgunakan secara politis maupun militer.
Misalnya, disalahgunakan untuk menyelundupkan senjata atau bahan bakar ke kota yang dikepung, untuk salah satu atau kedua pihak yang berkonflik.
Untuk meminimalisir peluang penyalahgunaan, biasanya juga kedua pihak menyepakati: berapa lama waktu yang diberikan untuk evakuasi warga sipil, dan untuk kota atau kawasan mana.
Juga kendaraan apa yang akan dan diizinkan digunakan, apakah itu bus, truk atau bahkan helikopter dan pesawat terbang. Jika batas waktu yang disepakati habis, koridor kemanusiaan ditutup lagi, dan perang berlanjut. as/hp