Suara.com - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mendesak pemerintah untuk bersikap tegas menutup keran ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Desakan tersebut disampaikan menyusul kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng yang diraskan rakyat.
Said menyarankan, stop ekspor CPO itu dilakukan mulai pekan depan dengan durasi selama satu bulan atau paling tidak sampai situasi dan kondisi minyak goreng di Indonesia berangsur pulih dan normal.
"Mulai sekarang saja pemerintah umumkan. Kalau dalam seminggu ini masih langka, maka Minggu kedua akan distop untuk satu bulan," kata Said di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/3/2022).
Said kembali mengatakan, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi, tidak boleh diam saja.
Baca Juga: Harga Cabai Merah hingga Daging di Duri Naik, Stok Minyak Goreng Jadi Kendala
"Pemerintah mau diam? Tidak boleh dong. Presiden harus ambil tindakan tegas stop ekspor CPO," ujarnya.
Said menilai, di atas kertas seharusnya permasalahan kelangkaan minyak goreng dapat selesai dengan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation.
"Tapi faktanya terus menerus bermasalah. Nah ini kan akhirnya jatuh pada kesimpulan inilah kemudian kalau perusahan-perusahaan bersifat monopoli, oligopoli, kartel kita terus menerus akan mengalami sampai kapanpun kelangkaan ini akan terus terjadi," kata Said.
Padahal, lanjut Said, minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok pangan rakyat. Apalagi, sebelumnya Presiden Jokowi sudah menekankan program terkait kedaulatan pangan.
Ia khawatir, apabila permasalahan minyak goreng terus berangsur-angsur tanpa perbaikan akan menimbulkan perlawanan dari masyarakat terhadap korporasi.
Baca Juga: Pedagang Minyak Goreng Ngeluh, Pasokan Masih Langka di Singkawang
"Ini rakyat akan memerangi korporasi lama-lama. Percaya. Karena minyak goreng itu langsung bersentuhan dengan kebutuhan pokok rakyat," katanya.