Suara.com - Isu penundaan kontestasi lima tahunan menjadi bola panas yang dilemparkan oleh beberapa elite di lingkungan parlemen. Pemilu yang seharusnya dijadwalkan pada 2024 diusulkan untuk ditunda satu sampai dua tahun.
Atas wacana tersebut, SETARA Institute menyampaikan beberapa sikap.
Pertama, sebagaimana yang disampaikan peneliti hukum dan konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah dalam pernyataan tertulis, bahwa apapun alasannya, penundaan pemilu adalah bentuk pembangkangan terhadap Pasal 22E ayat (1) konstitusi.
Sayyidatul mengatakan apabila stabilitas ekonomi dijadikan dalil utama penundaan pemilu, seolah pemerintah lupa bahwa pemindahan ibu kota negara justru dilakukan begitu saja di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Sikap Megawati soal Penundaan Pemilu Tegas, Pengamat Soroti Sikap Pendukung Jokowi
Untuk itu, SETARA mengingatkan elit politik baik di lingkungan parlemen maupun istana untuk tidak membuat kegaduhan dengan usulan perubahan rencana ketatanegaraan yang tak berlandaskan urgensi yang nyata, kata Sayyidatul.
Kedua, kata Sayyidatul, usulan penundaan pemilu merupakan aspirasi para pengusaha dengan dalil perlunya waktu untuk memulihkan stabilitas ekonomi nasional akibat pandemi.
Atas hal tersebut, SETARA kembali mengingatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan pengusaha. Rakyat yang dimaksud konstitusi tentu seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir kelompok saja, apalagi golongan elit pengusaha, kata Sayyidatul.
Beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya, kata Sayyidatul, seharusnya menjadi refleksi betapa negara seolah acap kali disetir oleh kelompok tertentu dan negara menjadi alat pemuas kepentingan kelompok tertentu dengan mengabaikan pemenuhan hak-hak rakyat, mulai dari UU Minerba, UU Cipta Kerja hingga UU Ibu Kota Negara.
Sayyidatul mengatakan harusnya negara berefleksi betapa terlalu gegabahnya pemerintah selama ini dalam mengambil sikap tanpa memperhatikan hak-hak rakyat. Negara Indonesia seharusnya dijalankan dari, untuk, dan oleh rakyat, bukan dari, untuk, dan oleh pengusaha semata.
Baca Juga: Sepakat dengan Megawati Soal Penundaan Pemilu, Pengamat Beri Pesan ke Pendukung Jokowi
Ketiga, SETARA mengingatkan bahwa pemilu tidak hanya sebagai kontestasi penyaluran suara rakyat semata, namun juga sebagai momentum regenerasi aktor-aktor politik negara.
"Terlebih, rezim Presiden saat ini telah menginjak pada dua tahun periode kepemimpinannya. Jangan sampai singgasana Presiden terus melanggeng hingga melebihi 10 tahun lamanya. Selain tidak sesuai dengan desain konstitusional negara, fenomena tersebut juga akan semakin membuka celah terjadinya "power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”, yaitu kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak benar-benar korup," kata Sayyidatul.