Suara.com - Rusia perintahkan pasukannya hentikan penembakan di Kota Mariupol dan Volnovakha, agar warga mengungsi dari kota itu. Namun kabar dari Ukraina mengatakan evakuasi warga Mariupol ditunda karena terus terjadi penembakan.
Dewan kota Mariupol telah menunda evakuasi warganya melalui koridor kemanusiaan. Mereka menuduh pasukan Rusia melanggar gencatan senjata yang dimaksudkan untuk memungkinkan warga sipil meninggalkan kota dalam waktu lima jam.
"Karena fakta bahwa pihak Rusia tidak mematuhi gencatan senjata dan terus menembaki Mariupol dan sekitarnya dan untuk alasan keamanan, evakuasi penduduk sipil telah ditunda," kata pejabat kota dalam sebuah pernyataan di media sosial.
Penasihat presiden Ukraina Oleksiy Arestovych dalam siaran televisi mengatakan, Rusia tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata.
Baca Juga: Rusia-Ukraina: Dampak Bagi RI, Harga Mi Instan hingga Pupuk Bisa Naik
Koresponden DW Fanny Facsar, yang berada di kota Chernivtsi, Ukraina barat daya mengatakan, ada beberapa skeptisisme tentang apakah gencatan senjata akan benar-benar terjadi meskipun janji telah dibuat pada perundingan babak kedua antara kedua belah pihak pada 3 Maret.
Wakil walikota Mariupol, Serhiy Orlov, kepada media Inggris BBC sebelumnya juga mengatakan: "Rusia terus mengebom kami dan menggunakan artileri. Ini gila... Tidak ada gencatan senjata di Mariupol dan tidak ada gencatan senjata di sepanjang rute. Warga sipil kami siap untuk keluar dari kota tetapi mereka tidak dapat mengevakuasi diri di bawah penembakan."
Gencatan senjata untuk ungsikan warga Sebelumnya gencatan senjata sementara di kota Mariupol dan Volnovakha hendak dimulai Sabtu (5/3) pukul 10:00 waktu Moskow (14:00 WIB).
"Rusia menghentikan semua serangannya, untuk memungkinkan pembentukan koridor kemanusiaan, supaya warga sipil bisa mengungsi keluar dari dua kota di kawasan timur Donetsk itu", demikian pernyataan kementerian pertahanan di Moskow.
Walikota Mariupol, Vadym Boychenko, mengatakan evakuasi warga sipil akan dimulai pukul 11:00 waktu Moskow (15:00 WIB).
Baca Juga: Presiden Prancis Desak Putin Hentikan Serangan Rusia di Ukraina
Koridor kemanusiaan akan dibuka selama 5 jam. Walikota Boychenko sebelumnya menyatakan, kota di tenggara Ukraina itu tidak lagi memiliki pasokan air bersih, listrik, dan juga persediaan makanan mulai menipis.
Jika Mariupol jatuh ke tangan pasukan Rusia, ini akan memungkinkan penggabungan militer Rusia dengan satuan dari Donbass dan Crimea.
Berharap kesepakatan serupa di kota lain Sebelumnya para juru runding Rusia dan Ukraina menyetujui dibentuknya koridor kemanusiaan di kawasan Ukraina yang paling parah dilanda pertempuran.
Kota pelabuhan Mariupol dengan populasi hampir setengah juta orang dan kota kecil Volnovakha sejak beberapa hari terakhir berada dalam gempuran tentara Rusia yang terus maju ke kota itu.
Penasehat menteri dalam negeri Ukraina, Anton Heraschenko Sabtu (5/3) mengatakan, akan ada kesepakatan berikutnya dengan Rusia, mendirikan koridor kemanusiaan untuk evakuasi warga sipil dari kawasan pertempuran.
"Diyakini akan ada kesepakatan lain semacam ini, untuk kawasan lainnya di Ukraina", kata Heraschenko merujuk pada evakuasi yang sedang berlangsung di kota Mariupol yang dikepung pasukan Rusia. 60.000 warga Ukraina di luar negeri pulang dan siap tempur Menteri pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov mengatakan, sedikitnya 60.000 warganya dari luar negeri, kini kembali ke tanah airnya untuk bertempur membela negaranya dari invasi Rusia.
"Warga yang pulang ke Ukraina itu, bisa membentuk formasi 12 brigade tempur tambahan" ujar menhan Ukraina itu.
Pasukan penjaga perbatasan Polandia melaporkan pekan lalu, sedikitnya 22.000 orang melintasi perbatasan masuk ke Ukraina sejak Rusia mulai menyerbu negara itu Kamis (24/2). Presiden Ukrainia, Volodymyr Zelenskyy hari Kamis lalu juga mengatakan; "sedikitnya 16.000 pejuang dari luar negeri sedang menuju ke Ukraina, untuk melindungi kemerdekaan dan kehidupan, bagi kita dan bagi semua."
Sejauh ini tidak ada verifikasi dari kelompok independen terkait jumlah orang dari luar negeri yang masuk ke Ukraina. as/yp (AFP. AP. dpa, Reuters)