Suara.com - Keputusan Putin untuk menyerang dan menginvasi Ukraina membawa perubahan besar di kancah politik Eropa, yang akhirnya melakukan berbagai terobosan besar dalam waktu singkat.
Perang yang dikobarkan Presiden Rusia Vladimir Putin di Ukraina membawa konsekuensi yang mungkin tidak pernah dia maksudkan: negara-negara Uni Eropa yang biasanya sulit mencapai kompromi dan bicara dengan satu suara, mendadak bersatu padu melakukan koordinasi dan langkah bersama.
Sanksi yang dijatuhkan Uni Eropa terhadap Rusia diputuskan dalam waktu sangat cepat. Langkah itu memang akan merugikan beberapa negara anggota, tetapi Uni Eropa seperti bangkit dari tidur panjangnya.
Presiden Prancis Emmanuelle Macron misalnya, sejak lama menuntut agar Eropa meningkatkan kemampuan pertahanannya agar bisa mempertahankan diri sendiri dari ancaman luar.
Baca Juga: Ingin Ikut Berjuang Bela Ukraina, 70 Pria Jepang Daftar Jadi Sukarelawan
Selama ini, seruannya tidak mendapat tanggapan berarti. Namun sekarang, secara tiba-tiba hal itu menjadi agenda terpenting.
Masalah pengungsi perang mendadak selesai
Dalam masalah imigran dan pengungsi, Uni Eropa juga selalu terlibat dalam perdebatan politik berkepanjangan, tanpa mampu mencapai kata sepakat.
Namun, menghadapi arus pengungsi dari Ukraina, Polandia, dan Hungaria membuka pintu lebar-lebar.
Padahal kedua negara sebelumnya paling gigih menentang usulan untuk menerima pangungsi perang.
Baca Juga: Badan Tenis Internasional Bersatu Kutuk Invasi Rusia ke Ukraina
Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban yang beberapa minggu lalu masih memuji kedekatannya dengan Putin dan menentang sanksi Uni Eropa terhadap Rusia, tiba-tiba mengubah haluan.
Akhir minggu lalu, dia mengunjungi kota perbatasan Beregsurany, tempat kedatangan para pengungsi Ukraina dan menjanjikan dukungan sepenuhnya dari pemerintah Hungaria.
Hari Sabtu lalu (26/02), juru bicara pemerintah Hungaria menerangkan bahwa negaranya akan mendukung semua sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.
Padahal sebelumnya, Viktor Orban adalah salah satu ganjalan utama bagi Uni Eropa untuk mengambil keputusan, karena banyak keputusan hanya bisa diambil dengan suara bulat seluruh negara anggota.
Negara-negara "netral" berubah sikap
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Swedia dan Finlandia dikenal sebagai dua negara yang mengambil sikap netral pada era Perang Dingin.
Keduanya menjaga hubungan baik dengan pihak Barat maupun dengan blok Timur, dan keduanya tidak masuk NATO atau bergabung dengan Pakta Warsawa.
Namun, setelah Putin memerintahkan militer Rusia untuk menyerang Ukraina, Swedia meninggalkan posisi netralnya.
Perdana Menteri Magdalena Andersson menerangkan, negaranya akan mengirim rompi anti peluru dan senjata anti tank ke Ukraina.
Finlandia juga sekarang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi anggota NATO.
Menurut jajak pendapat terakhir, 53 persen warga Finlandia akan mendukung langkah itu.
Sepak terjang Rusia membuat banyak negara sekarang merasa perlu berlindung pada NATO, untuk mendapat jaminan dan rasa aman yang lebih besar.
Perubahan besar juga terjadi di kancah politik Jerman.
Kanselir Jerman Olaf Scholz dalam sidang istimewa parlemen hari Minggu (27/02) menekankan, Jerman akan meningkatkan anggaran militernya secara signifikan.
Yang lebih mengejutkan lagi, Jerman sekarang memutuskan akan mengirim persenjataan ke Ukraina.
Sebelumnya, selama puluhan tahun Jerman berpegang pada prinsip tidak mengirim senjata ke kawasan konflik.
Pemerintah Jerman juga menegaskan akan secepatnya "melepaskan diri dari ketergantungan energi dari Rusia." (hp/ha)