Perkara Nurhayati Akhirnya Dihentikan: Jangan Takut Jadi Whistleblower untuk Negara Ini

Siswanto Suara.Com
Rabu, 02 Maret 2022 | 10:34 WIB
Perkara Nurhayati Akhirnya Dihentikan: Jangan Takut Jadi Whistleblower untuk Negara Ini
Warga saat menandatangani petisi dukungan untuk Nurhayati pelapor kasus korupsi yang menjadi tersangka di Cirebon, Jawa Barat, Minggu (27/2/2022). [ANTARA/Khaerul Izan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perkara Nurhayati resmi dihentikan semalam. Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh menilai penghentian perkara ini menjadi bukti penanganan masalah hukum di Indonesia masih bisa berjalan on the track dalam prinsip penegakan asas keadilan hukum.

Nurhayati seorang mantan bendahara umum Desa Citemu, Kabupaten Cirebon. Dia ditetapkan polisi Cirebon Kota menjadi tersangka, padahal dia ikut mengungkap kasus mantan kepala Desa Citemu yang diduga menyelewengkan dana desa ratusan juta rupiah.

Pangeran menyebut "penghentian kasus ini sudah diputuskan dengan tepat dan gercep (gerak cepat) setelah melalui gelar perkara oleh Bareskrim Mabes Polri dan dari proses penelusuran perkara oleh Jampidsus Kejaksaan Agung sehingga sampai pada kesimpulan bahwa perkara Nurhayati memang tidak patut dijadikan tersangka."

Penghentian perkara Nurhayati, menurut Pangeran, sekaligus menjadi bukti koordinasi Bareskrim Polri dan Jampidsus sukses mengawal perkara sampai pada tahap penghentian penuntutan di pengadilan.

Baca Juga: Buntut Kasus Nurhayati, Mabes Polri: Masyarakat Jangan Takut Laporkan Korupsi

Pangeran mengatakan sekarang Nurhayati kembali memperoleh haknya sebagai warga negara yang peduli atas tegaknya prinsip good government dan keadilan hukum.

Pangeran mengimbau masyarakat untuk tidak takut melaporkan tindakan pidana, termasuk korupsi.

"Jangan takut menjadi whistleblower untuk negara ini lebih baik dan berkeadilan," katanya.

Semalam, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan berkas perkara tahap dua Nurhayati segera dilimpahkan ke kejaksaan dan selanjutnya akan diterbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan.

"Artinya bahwa tidak lagi proses penegakan hukum terhadap Nurhayati dilanjutkan, enggak. Sudah dihentikan baik di tingkat Polri maupun Kejaksaan," kata Dedi.

Baca Juga: Resmi Dihentikan, Jaksa Akan Gunakan Barang Bukti Kasus Nurhayati Untuk Tersangka Supriyadi

Perkara Nurhayati, kata Dedi, merupakan masalah perbedaan penafsiran hukum antara penyidik Polres Cirebon dan Kejaksaan Negeri Cirebon.

"Penafsiran di tingkat penyidik polres ya seperti disampaikan tadi perbuatannya ada, tapi hanya pelanggaran administrasi, niat jahatnya mens rea-nya tidak ditemukan, karena apa yang dilanggar peraturan Kemendagri terkait menyangkut tata kelola penggunaan anggaran APBD desa," kata Dedi.

Dedi menambahkan perkara itu seharusnya dilihat secara utuh, tidak hanya sekadar tentang legal justice, melainkan juga dipandang dari sisi sosial justice.

"Tidak hanya kita mengejar kepastian hukum, tapi keadilan dan kemanfaatan hukum itu juga harus kita perhitungkan," kata dia.

"Itu salah satu pertimbangan kenapa kasus Nurhayati ini segera untuk dihentikan atau dikeluarkan SKPP oleh Kejaksaan. Jadi tidak ada yang salah dalam hal ini memang kecermatan penafsiran terhadap suatu peristiwa pidana itu tidak mungkin sama, berbeda-beda."

Jangan main-main

Sebelumnya, Pangeran mempertanyakan penjelasan polisi bahwa penetapan tersangka terhadap Nurhayati merupakan tindakan tidak sengaja.

Pangeran merujuk beberapa aturan yang menjadikan dasar bahwa seharusnya Nurhayati sebagai pelapor dapat diberikan perlindungan, bukan sebaliknya.

Pertama, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (justice collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Menurut Pangeran seharusnya surat edaran itu menjadi panduan awal yang jelas bahwa termasuk pada tindakan pidana tertentu yang bersifat serius seperti tindak pidana korupsi, dan lain-lainnya wajib dilindungi.

Kedua, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia berujar pada dasarnya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Dari hal tersebut, maka ketika Nurhayati melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, maka itu dapat dikategorikan sebagai whistleblower yang tentu ini hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Pangeran.

Ketiga, Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di mana diatur bahwa dalam hal masyarakat melaporkan tindak pidana korupsi maka masyarakat memiliki hak untuk memperoleh perlindungan hukum yang melibatkan LPSK.

Menurut Pangeran kasus penetapan tersangka terhadap Nurhayati sebagai pelapor tindak pidana korupsi harus menjadi peringatan bagi kepolisian dan aparat penegak hukum lain.

"Kepada pihak kepolisian dan pihak-pihak lain yang terkait, adanya kasus Nurhayati adalah warning jangan main-main dalam menegakkan hukum yang berkeadilan. Saya berharap ke depan tidak ada lagi kasus serupa yang sangat merugikan masyarakat dan citra lembaga penegak hukum," kata Pangeran. [rangkuman laporan Suara.com]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI