Suara.com - Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mengapresiasi Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung yang telah menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) terhadap Nurhayati.
"Penghentian kasus ini sudah diputuskan dengan tepat dan gercep (gerak cepat) setelah melalui gelar perkara oleh Bareskrim Mabes Polri dan dari proses penelusuran perkara oleh Jampidsus Kejaksaan Agung sehingga sampai pada kesimpulan bahwa perkara Nurhayati memang tidak patut dijadikan tersangka," kata Pangeran kepada wartawan, Rabu (2/3/2022).
Pangeran mengatakan, pengehentian penuntutan terhadap Nurhayati membuktikan bahwa penanganan perkara hukum di Indonesia ternyata masih bisa berjalan on the track dalam prinsip penegakkan asas keadilan hukum.
"Serta ini bukti koordinasi Bareskrim Polri dan Jampidsus sukses mengawal perkara ini sampai pada tahap penghentian penuntutan di pengadilan," kata Pangeran.
Pangeran berujar pada akhirnya Nurhayati yang sempat ditetapkan sebagai tersangka, kini dapat memperoleh kembali haknya sebagai warga negara yang peduli atas tegaknya prinsip good government dan keadilan hukum.
Karena itu, Pangeran mengajak kepada masyarakat agar tidak takut untuk mengungkap dan melaporkan tindakan-tindakan kejahatan, sebagaimana yang dilakukan Nurhayati.
"Jangan takut menjadi whistleblower untuk negara ini lebih baik dan berkeadilan," tandasnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri resmi menghentikan kasus Nurhayati, terkait korupsi Desa Citemu, Kabupaten Cirebon. Kasus ini dihentikan usai penyidik berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung RI.
"Polri memumutuskan untuk kasus Nurhayati akan dihentikan pada hari ini," kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (1/3/2022) malam.
Baca Juga: Buntut Kasus Nurhayati, Mabes Polri: Masyarakat Jangan Takut Laporkan Korupsi
Menurut Dedi, penyidik akan segera melimpahkan berkas perkara tahap dua Nurhayati ke pihak Kejkasaan. Selanjutnya, Kejaksaan akan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP).
"Artinya bahwa tidak lagi proses penegakan hukum terhadap Nurhayati dilanjutkan, enggak. Sudah dihentikan baik di tingkat Polri maupun Kejaksaan," katanya.
Berkenaan dengan itu, Dedi menilai polemik penetapan tersangka terhadap Nurhayati selaku pihak pelapor kasus dugaan korupsi di desannya ini muncul akibat adanya perbedaan penafsiran antara penyidik Polres Cirebon dan pihak Kejaksaan Negeri Cirebon.
"Penafsiran di tingkat penyidik Polres ya seperti disampaikan tadi perbuatanjya ada tapi hanya pelanggaran administrasi, niat jahatnya meansreanya tidak ditemukan, karena apa yang dilanggar peraturan Kemendagri terkait menyangkut tata kelola pengguanan anggaran APBD Desa," tutur Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengemukakan bahwa kasus ini mesti dilihat secara utuh tidak hanya sekadar tentang legal justice. Melainkan, kata dia, perlu juga dipandang dari sisi sosial justice.
"Tidak hanya kita mengejar kepastian hukum, tapi keadilan dan kemanfaatan hukum itu juga harus kita perhitungkan," jelasnya.
"Itu salah satu pertimbangan kenapa kasus Nurhayati ini segera untuk dihentikan atau dikeluarkan SKPP oleh Kejaksaan. Jadi tidak ada yang salah dalam hal ini memang kecermatan penafsiran terhadap suatu peristiwa pidana itu tidak mungkin sama, berbeda-beda," imbuhnya.