Suara.com - Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel mendesak pihak kepolisian segera turun tangan menindaklanjuti pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dan gonggongan anjing.
Melansir Wartaekonomi.co.id -- jaringan Suara.com, Reza mengatakan polisi tidak perlu tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum.
Dia menilai pernyataan Menag Yaqut sama seperti ucapan kontroversial Edy Mulyadi yang menyebut Kalimantan tempat jin buang anak. Keduanya lanjut Reza menggunakan metafora yang merendahkan.
"Cepat dan ajeg (tidak tebang pilih) merupakan sifat yang harus terpenuhi agar kerja penegakan hukum bisa memunculkan efek gentar sekaligus efek jera. Agar individu yang menjadi sasaran penegakan hukum tidak mengulangi perbuatannya, sekaligus agar orang lain tidak meniru perbuatan tersebut," kata Reza seperti dilansir Wartaekonomi.co.id Selasa (1/3/2022).
Reza menilai ada perubahan sikap polisi dalam menangani kasus Menag Yaqut dan Edy Mulyadi, di mana polisi bergerak cukup cepat mengusut kasus ‘jin buang anak’ dan langsung menjebloskan Edy ke penjara pada pemeriksaan perdana, di sisi lain polisi justru menolak laporan masyarakat yang mengadukan Menag Yaqut.
Reza meminta polisi menjelaskan secara terbuka terkait perbedaan sikap dalam penanganan kedua kasus yang dinilai punya kemiripan itu.
"Karena tanpa penjelasan yang objektif, pertaruhannya adalah equity polisi. Equity merupakan salah satu unsur yang diacu masyarakat saat menilai kerja kepolisian, di samping efektivitas dan efisiensi," tegasya.
Lebih lanjut, Reza mengatakan, karena Yaqut dan Edy Mulyadi sama-sama menggunakan metafora yang merendahkan, maka wajar saja pernyataan keduanya memantik protes keras dari masyarakat.
"Kalimat tentang jin dan anjing yang disebabkan keduanya adalah bentuk metafora. Gonggongan anjing ditafsirkan khalayak yang mengindikasikan kebisingan setara dengan suara azan. Persoalannya jin dan anjing dalam metafora punya kelas yang rendah," tuturnya.
"Sehingga wajar jika kalimat Edy dan Menag mendapat penolakan dan penghinaan karena dimaknai sebagai ungkapan peyoratif alias merendahkan," katanya menambahkan.